Survei yang dirilis Kamis 14 Mei 2020 menyebutkan, perusahaan pers utamanya media cetak yang semula sudah kelimpungan, dihajar lagi dengan datangnya wabah virus corona. Kondisi tersebut, membuat kegelisahan para jurnalis yang menjadi ujung tombak pengisian konten media cetak.
Saat ini, para jurnalis bekerja kurang fokus, karena dibayangi-bayangi masalah gaji yang tidak jelas, tunjangan yang hilang, dan kemungkinan THR yang ditiadakan. Akibatnya, para jurnalis dari hasil survei tersebut merasakan depresi (45,92%).
Di sisi lain, pergerakan jurnalis yang semakin terbatas akibat pandemik covid19 memunculkan kejenuhan bekerja. Persentase kejenuhan bekerja dari para jurnalis mencapai 57,14 persen. Lebih menyedihkan lagi, para jurnalis juga tidak bisa menghindari ancaman dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sebelum virus corona melanda, memang media cetak sudah banyak yang bertumbangan. Sejumlah koran, tabloid, dan majalah pamit kepada pembacanya karena tidak mampu terbit lagi. Sementara yang masih bertahan, dihadapkan masalah sulitnya mendapatkan iklan. Padahal, selama ini kehidupan media cetak mengandalkan pemasukan dari pemasang iklan.
Berkurangnya pendapatan iklan, membuat media cetak kelas menengah dan kecil makin kesulitan memperoleh dana operasional. Sementara, ada atau tidak ada iklan, media cetak tetap terbit. Jika dana operasional tersedot untuk pembelian kertas, otomatis perusahaan pers berpikir untuk mengurangi gaji, bahkan sampai penundaan gaji jurnalis.