Pembicaraan sastra "cabul" atau "satra kelamin" sebenarnya sudah lama heboh di Jakarta sejak beberapa karya sastra yang ditulis oleh sastrawan kekinian kerap mendeskripsikan adegan
esek-esek. Bahkan, soal sastra cabul atau ada pula yang menamakannya dengan "sastra kelamin" sempat membuat kalangan sastrawan nasional saling tuding. Sebut saja di antaranya karya-karya Djenar Maesa Ayu, Ayu Utami, Hudan Hidayat, Eka Kurniawan, dan beberapa ‘penjaga Komunitas Utan Kayu' yang suka melahirkan cerita-cerita nyentrik. Namun, lambat laun persoalan itu hening seperti ditiup angin. Bahkan, saat ini permasalahan tersebut terkesan mati atau tak dipedulikan lagi.
KEMBALI KE ARTIKEL