Terlebih bagi pejabat yang muslim, mereka seharusnya ingat bahwa kekuasaan itu adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Segala kebijakan dan keputusan harus diselaraskan dengan segenap ketentuan dan syariah-Nya. Sikap yang berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan, jelas bertentangan dengan Islam. Apalagi jika yang melakukan itu adalah para pemimpin dan pejabat, yang sejatinya adalah pelayan rakyat. Anehnya, tidak sedikit menteri yang berasal dari partai-partai Islam, namun sikap mereka nampaknya kurang mencerminkan ajaran Islam itu sendiri. Bahkan ada seorang menteri dari partai Islam yang mengatakan mobil seharga 1,3 M itu nggak terlalu wah banget. Lebih jauh menteri tersebut menekankan untuk simbol-simbol negara, menggunakan uang negara untuk membeli mobil yang bagus semestinya tidak dipersoalkan. "Nggak ada masalah, toh uangnya ada kan?" (Vivanews, 04/01/2010).
Padahal, hidup sederhana tidak hanya tertuang secara normatif, namun memiliki tradisi yang mengakar kuat dalam sejarah:
Ketika Yerusalem masuk dalam pangkuan Islam, penguasa Kristen Yerusalem mengajukan syarat bahwa penyerahan kota Yerusalem hanya akan dilakukan langsung kepada pemimpin tertinggi Islam, yang waktu itu dijabat oleh Khalifah Uman bin Khaththab (634-644 M). Maka dikirimlah undangan ke Madinah agar Khalifah Umar berkenan datang ke Yerusalem untuk menerima penyerahan kota suci dari Uskup Agung Sophorius dan Panglima Romawi Timur Artavon.