Pada malam itu, aku dan lelap sedang sibuk berbagi kata. Kami serius menyusun dan membungkusnya.
Kusapa bintang sejenak. Kuutus kelopak dan bulu-bulu mata untuk mengabarkan, "Tunggulah sejenak, masih banyak kata belum usai"
Tak pernah kukira kemudian waktu menjeratku.
Entah darimana dia datang. Dengan kasar diseretnya aku menjauhi jendela kaca itu.
Aku sampai kehilangan orientasi. Semua mata angin mendadak tutup.
Sementara lelap lari ketakutan dan bersembunyi. Entah dimana.
Mungkin waktu murka karena terlalu banyak kuberikan kata-kata basi tentang pagi, siang dan sore. Aku lupa, waktu adalah sahabat mereka bertiga.
Aku berteriak. Memohon belas kasihan. Tapi tanpa ampun waktu terus menyeretku.