Akil Mochtar adalah sosok tokoh fenomenal bagi masyarakat Kalimantan Barat (Kalbar). Dia merupakan salah satu dari sedikit putra daerah Kalbar yang mampu eksis di kancah elite hukum dan politik nasional. Beliau pun sempat lama menjadi kebanggaan masyarakat Kalbar, sebelum ketahuan korupsi supersensasional.
Bagaimana sosok fenomenal Akil Mochtar dahulunya?
Ini sedikit cerita tentang perjuangan beliau, yang dikenal ulet sekaligus sosok yang beruntung.
Saya memiliki kenalan yang merupakan teman sekolah Akil Mochtar saat SMA. Dia bangga dan takjub saat Akil Mochtar terpilih jadi ketua MK. Dia bercerita tentang masa sekolah dulu. Akil Mochtar bukanlah siswa paling pintar di kelas, melainkan biasa-biasa saja namun dikenal ulet dan selalu beruntung.
Setelah lulus SMA, Akil kuliah fakultas hukum di universitas swasta di Pontianak, bukan di universitas negeri. Masa itu masuk universitas negeri lebih bergengsi daripada universitas swasta, apalagi di level daerah seperti Kalimantan Barat. Namun nasib orang di kemudian hari siapa tahu?
Setelah lulus fakultas hukum, Akil menjadi pengacara kondang di Pontianak. Dia pun menjadi tokoh yang disegani. Maka seperti air mengalir, dia terpilih menjadi anggota DPR-RI, yang berkantor di Jakarta. Kiprah Akil di DPR RI cukup menonjol dibandingkan sesama anggota DPR dari KalBar. Ini tentu membanggakan daerah pemilihannya. Sosok Akil Mochtar pun semakin disegani di KalBar.
Kenalan saya seorang wartawan yang pernah mengikuti perjalanan beliau dalam kampanye pilgub tahun 2007 pernah mengatakan bahwa Akil adalah sosok yang memiliki sifat kenegarawan, sangat cerdas dalam politik, tidak suka menjelek-jelekkan lawan, dan mempunyai energi yang besar. Perjalanan panjangnya ke pedalaman dilakukan seperti tak kenal lelah.
Seorang anak pedalaman yang tinggal di rumah panjang (kala itu masih mahasiswa) bercerita menjadi anggota tim sukses Akil Mochtar. Ke mana-mana dia mengawal beliau menggunakan motor butut yang sering rusak. Dalam suatu kesempatan istirahat Akil berbicara dengannya sambil meledek habis-habisan motor butut tersebut sehingga jadi hiburan dalam tim, dan membuat si mahasiswa tersipu malu. Tapi kemudian tanpa disangka, Akil mengangkat telepon genggamnya menelpon showroom motor. Setelah itu dia pesankan si mahasiswa bila sampai ke kota untuk segera membawa motor bututnya tersebut kepada agen motor yang disebutkannya. Ketika si mahasiswa datang ke showroom tersebut, tanpa dia kira sebelumnya, ternyata motornya bukan untuk diperbaiki, melainkan diganti dengan motor keluaran terbaru atas nama pribadinya!
Di sisi lain kenalan saya yang lain yang pernah menyertai beliau pun bercerita, Akil terkenal sangat emosional, kalau marah kebangetan dan kekanank-kanakan. Seperti bukan orang besar yang dewasa. Begitulah bagian kecil kompleksitas sisi kemanusiaan seorang Akil Mochtar.
Pilkada gubernur KalBar tahun 2007 silam, saat menjabat anggota DPR-RI beliau mencalonkan diri. Saat itu, dua tahun sebelum pilkada dimulai dan ketika para calon lain belum tampak atau masih malu-malu, beliau sudah memploklamirkan diri menjadi calon gubernur. Hebatnya, dia tidak hanya sekedar bicara, namun langsung berbuat. Hampir setiap minggu dia blusukan ke daerah, dari wilayah pesisir sampai pedalaman KalBar. Sungguh upaya yang ulet, sabar dan membutuhkan energi besar mengingat sebagian tempat masih relatif terisolir, aspek geografis wilayah KalBar yang berat dan sulit; terdiri dari hutan, pegunungan dan sungai yang masih jauh dari sentuhan pembangunan. Semua itu dilakukannya disela-sela kesibukan sebagai anggota DPR RI.
Hampir setiap minggu ada berita blusukannya di koran daerah. Saya tidak tahu pasti apakah beliau sudah membeli slot halaman, atau justru si koran tersebut merupakan ‘tim sukses” beliau. Dalam blusukan, beliau tak pandang bulu terhadap strata sosial, golongan, dan agama dalam masyarakat. Semua dikunjungi dan dirangkulnya. Saya termasuk orang yang salut dengan upaya beliau, dan berharap dia bisa menjadi sosok pemimpin masa depan KalBar.
Hasil pilkada gubernur sangat mengejutkan, beliau kalah. Lebih dari itu suara beliau berada dinomor buncit dari lima pasang calon yang maju. Sungguh suatu ironi bagi saya. Sebagai orang awam politik, saya tidak tahu pasti penyebabnya. Namun seingat saya, beliau tidak mengajukan gugatan atas kekalahan tersebut.
Kekalahan menjadi gubernur seperti menjadi awal kecemerlangan kiprahnya di DPR-RI. Semakin sering beliau tampil di televisi nasional, menjadikan dirinya lebih tinggi dari sekedar menjadi gubernur. Sampailah beliau menjadi anggota hakim MK dan bahkan ketua Mahkamah Konstitusi! Lagi-lagi si anak daerah pedalaman yang ulet ini berada dalam keberuntungan.
Mungkin betul kata orang-orang tua jaman dulu, pintar tak selalu pasti beruntung, tapi orang biasa yang pekerja keras dan ulet akan lebih dekat dengan keberuntungan.