Siapapun, baik laki-laki atau wanita yang tertolak cintanya, yang tak berbalas, atau yang berbalas tetapi tidak menyatu, pasti mengalami duka. Duka mungkin hanya sebentar atau sementara waktu sampai muncul cinta berikutnya, tetapi bisa lama dan bahkan sepanjang hidupnya……karena ia tak mampu menerimanya dan bahkan mungkin ia justru menikmati penderitaannya…………….
Sebut namanya Rachma , seorang gadis yang sangat cerdas (genius) dan sangat religious kalau tak bisa dibilang fundamentalis menemukan cintanya dan harus ia bawa sampai keliang lahat dalam penderitaan yang tak berbatas. Tetapi ini tidak dapat menyalahkan si lelaki, karena cinta tak selalu memiliki dan bersatu, cinta tak selalu berbalas layaknya bertepuk tangan terjadi jika ada dua tangan yang beradu, tetapi manakala hanya satu tangan, sementara tangan berada ditempat lain, maka tepuk tangan tak akan terjadi, demikian pula cinta!
Cinta ideal itu saling, namun mencintai dengan berbagai asesorinya tak seharusnyadipaksakan untuk bertemu bukan! Cinta itu momentum, sehingga jika momentum itu terlewat, maka cinta itu gagal bertaut dan gagal mewujud dalam idealismenya. Dan cinta Rachma mengalir terus mencari wadahnya sampai ke ujung perjalanan kehidupannya dan penyakit menggerogotinya dan wafatlah ia bersama cinta putih suci yang tak sempat ia pertautkan dengan cinta diseberang yang memang tak menemui momentum yang semestinya!
Ya, Rachma adalah anak kelas III waktu itu yang memiliki perangai keras tetapi cerdas, suka mengganggu tetapi menyelesaikan tugas, tak mau dengan guru yang ia tak mau tetapi kalau ia mau maka semuanya harus berjalan menurut yang ia mau! Ia memang anak bungsu dari keluarga agamis kristiani yang taat, namun ia harus terpisah dari keluarganya karena ayah seornag pebisnis di ibukota sehingga jarang ia bisa bertemu dengan anak bungsunya, sementara kakak-kakaknya telah kuliah di luar kota dan ada yang telah bekerja!
Rachma mencari perhatian, Rachma tumbuh menjadi seorang gadis yang impulsive tetapi tidak manja, ia mandiri tetapi kadang memaksa, ia berani tetapi kadang melarikan diri dalam dunianya sendiri yang telah ia ciptakan dalam kerangka pemikirannya yang egosentris sejak kecilnya. Ia tinggal bersama nenek yang kaya raya dengan berbagai fasilitas tak terkira dari keluarga yang seluruhnya dokter-dokter sibuk hingga saling tak bertegur sapa karena menyibukkan diri dengan dunia yang mereka ciptakan untuk dirinya semata!
Ia berselisih beberapa tahun dengan kakaknya, hingga tak punya tempat berbagi masalah, ia tak punya tempat untuk mengadu, ia tak punya waktu untuk menangis dibahu lelaki kekar yang ia banggakan, bersandar ke lelaki kuat yang ia impikan, karena yang ia jumpai adalah manusia-manusia yang sibuk dengan berbagai urusannya!
Rachma tumbuh menjadi gadis pemberontak, meskipun ia senantiasa menjadi bintang di sekolahnya, ia serba ada dan ia sering mengadakan suasana hingga ia senantiasa menjadi ratu dikelompokknya, tetapi kenakalannya tidak sampai membawanya ke narkoba, rokok, apalagi kebebasan pergaulan yang berujung di kehamilan. Tidak ia adalah gadis religious bahkan menuju fundamentalis, sehingga ia dengan keras dan tegas tidak mau dibimbing oleh guru yang beragama berbeda dengannya. Ia hanya percaya kepada seorang pastur dan ia nyatakan itu dalam ketegasannya dalam menjawab dan memilih siapa yang akanmenjadi pembimbingnya. Itu yang dinyatakan kepada para mahasiswa yang sedang berpraktek mengajar di semuah SMA di mana Rachma sekolah!
Bagi mahasiswa atau sekelompok mahasiswa, hal itu dianggap tantangan untuk menundukkan keakuan Rachma, bahkan guru BK di SMA itu menyerah kalau harus bertemu dengan Rachma! Temannya memanggilnya Brindil, ada pula yang memanggilnya Kanya karena wajahnya yang keindia-indiannan, tetapi Nampak melankoli, sendu, tetapi keras bagaikan karang! Dan ia pun suka sekali menyanyi lagu “Batu Karang yang Teguh………………Engkau…..
Kelompokmahasiswa justru diberi tugas oleh pembimbing dan guru BP di sekolah itu untuk menjinakkan Rachma yang sebagian menyebutnya Bengal……..tetapi tidak bagi Han, salah satu mahasiswa yang berpraktek di sekolah itu! Handaryono, adalah lelaki yang keras, sekeras kehidupannya yang ia alami. Handaryono sangat menderita jika dilihat dari fasilitas keuangan, karena ia kuliah harus dapat mencukupinya sendiri.
Handaryono, dipandang oleh orang-orang adalah seorang yang suka mempelajari agama dan kebetulan seiman dengan Rachma, maka yang semula Rachma bersikukuh tak mau dibimbing oleh guru pembimibing dan hanya pasturlah yang ia percaya! Namun, Rachma bersedia berbicara dengan Handaryono meskipun diawali dengan perdebatan seru tentang hak dan kewenangan mahasiswa praktikan! Handaryono justru merendahkan dirinya, bahwa ia menyampaikan mahasiswa tidak memiliki kewenangan, tidak memiliki keahlian, kecuali hanya memiliki tekad untuk bisa bergaul dan berbicara, apalagi bisa belajar dengan Rachma! Diplomasi ini akhirnya mampu membawa Han berdialog, berbicara, bahkan berkonsultasi dengan Rachma dalam durasi waktu yang lama!
Kemampuan menundukkan hati Rachma dianggap prestasi luar biasa oleh sekolah itu, bahkan Handaryono ditawari untuk berGTT di SMA itu namun, tentu tidak mungkin karena Handaryono telah bekerja di instansi pemerintah dan telah PNS pula. Hubungan Han dan Rachma semakin akrab, bahkan hubungan itu berlanjut pertemuan-pertemuan di luar sekolah dan memang itu keinginan Rachma, karena bertemu guru BP di sekolah itu seperti pesakitan “Kata Rachma”, maka salah satu klausal pertemuan harus di luar sekolah…sesuai kesepakatan!
Hari berbilang hari, minggu berbilang minggu, dan Rachma menjelma menjadi gadis yang luar biasa bijaksana, berwibawa, dan berkembang akademiknya hingga membawanya sekolah kedokteran di luar negeri (di negeri paman sam), setelah lulus dari SMA Favorite dan ia tidak menyadari bahwa ia pergi ke Amerika dengan semangat yang menyala-nyala, namun hatinya tertinggal di kota asalnya…ia jatuh cinta dengan Handaryono mahasiswa miskin tetapi memiliki determinasi dalam hidupnya!
Sayang, kesadaran akan cinta ini tertutup rasa egois dari Rachma yang memang terlanjur hidup manja sebagai anak bungsu, hingga ia tak mampu membedakan antara cinta dan obsesi pendidikannya. Ia tak bisa merasakan persemaian rasa cintanya yang tumbuh mengakar, hingga ia juga tidak merasa telah meninggalkan orang yang sangat dicintainya! Tetapi Rachma adalah manusia biasa yang masih memiliki rasa dan perasaan, keinginan mencintai dan dicintai, persabahan dan pertemanan yang mampu menyalurkan kegundahan hati setiap insane manusia.
Inilah momentum dan momentum tak bisa berulang, seiring kesadaran Rachma di AS sana, begitu pula Handaryono yang telah selesai kuliah dan sebagaimana yang dia inginkan, ia tak mau pacaran karena kekecewaannya waktu di SLTA dan kesadarannya akan keadaan ekonominya, maka ia hanya ingin mencari istri (bukan pacar), dan ia hanya menginginkan wanita yang solikhah, bukan wanita cantik!
Satu minggu sebelum Handaryono menikah Rachma menemuinya dan berani bercerita dari awal hingga akhir dan menyatakan seluruh perasaannya dengan jujur dan hebatnya tanpa linangan air mata. Rachma mengakui bahwa ia benar-benar mencintai Handaryono meskipun kesadaran ini terlambat dan memang terlambat, karena Handaryono akan menikah.
Namun Rachma terhibur, karena ia mengetahui bahwa sebenarnya Handaryono kini adalah seorang muslim, hingga ia tak begitu berduka toh ia berbeda prinsip yang tak mungkin disatukan. Namun disatu moment pembicaraan Handaryono menyatakan “saya memang tak bisa membatalkan perkawinanku, meskipun atau andaipun aku mencintaimu, namun kamu bisa menjadi istriku juga jika engkau sudah bisa Sholat”. Artinya Handaryono memberikan peluang kepada Rachma……..
Rachma kembali ke AS dengan menyimpan cintanya dan kelegaanya karena telah menyampaikan kejujuran hatinya. Sedih memang, namun ternyata logika dan kesadaranya dapat mengalahkan gejolak perasaan. Ditindihnya perasaan cinta ini dengan keinginan cepat untuk segera menjadi dokter! Ia menyibukkan dirinya dengan belajar dan belajar, berpraktek dan berpraktek, hingga tak terasa tibalah masanya!
Cinta Rachma memang tak sekedar cinta, namun cinta ini akhirnya berubah menjadi obsesi meski ia jepit dalam ego dan idealismenya. Seorang gadis fundamentalis ini akhirnya berangsur-angsur mengikuti pendalaman agama dan menjelang ia berhak penuh menjadi dokter ia telah diislamkan oleh seorang ulama di negeriPaman Sam itu! Semua dilakukan dengan kesadaran, bukan karena cinta dan nafsu, tetapi karena logika keingintahuan dan pendalaman berlanjut ke kehendak Alloh yang akhirnya memberikan hidayah untuk mengislamkan Rachma!
Ia semula berkemauan agar dapat bekerja di Indonesia tercinta…dan sambil menunggu itu selama dua tahun ia menyabarkan diri sambil mengambilspesialis II sekaligus mengambil master dibidang yang masih berkaitan. Kini ia telah menjadi dokter spesialis dan bergelar master pula, sepulang dari Paman Sam untuk membangun mimpinya di Indonesia, maka bersamaan itu ia menemui Handaryono yang kini telah bekerja dan bahagia dengan seorang istri dan seorang anak angkat gadis kecilusia 9 tahun yang ia asuh karena istrinya tak kunjung memberikan momongan!
Keduanya bertemu, Rachma ingin melepas Rindu Handaryono berusaha meredakan itu. Dalam hati Rachma mau menagih janji, namun dalam pembicaraan tersirat Handaryono tidak menghendaki itu dan sebagai wanita meskipun hidup di Amerika Rachma tidak ingin terbuka seperti kala menyampaikan rasa cintanya yang telah mereka pendam dulu, kini ia menjaga image dirinya dan hanya bercerita-cerita dan hanya menyampaikan dengan bahasa-bahasa simbolis.
Handaryono tak pernah menjelekkan istrinya, tak pernah mengeluh, tak pernah menunjukkan kesedihan, jadi mana mungkin Rachmamenyampaikan keinginannya! Logika Rachma berbicara, sangat rendahlah aku sebenarnya, namun aku tak mau sebenarnya menutupi ini semua, namun etika dan budaya mungkinkah aku berkata!
Momentum ini berlalu begitu saja, karena Handaryono masih ingin setia sementara Rachma tak mungkin buka suara. Keduanya sering membisu dan bertatap mata. Handaryono diselamatkan oleh perasaan yang memang tak memiliki rasa cinta kepada Rachma, sebaliknya Rachma diselamatkan oleh etika dan budaya jawa, tak mungkin ia mengulangi untuk kedua kali berbuat dan menyampaikan secara terbuka perasaan cinta dan keinginan-keinginannya…
Keduanya sebenarnya membaca arah pertemuan itu, namun ketidakjurjuran karena budaya menyebabkan keduanya terjebak dalam kebisuan sistemik yang terciptakan dalam situasi yang memang memungkinkan tercipta.
Rachma tidak jadi bekerja di Indonesia, ia kembali ke negeri Paman Sam dengan membawa Rindu Dendam yang tak tersampai……………..komunikasi memang masih berjalan tetapi keduanya tak pernah lagi membuka hati………………
Rachma memungut anak dan ia beri nama Rachma……………….obsesi Rachma tidak berhenti hingga akhir hayatnya dan mengantarkannya ke Surga