[caption id="attachment_89033" align="alignleft" width="298" caption="Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (KOMPAS.com)"][/caption] Perkiraan keadaan politik nasional hari-hari mendatang akan memanas dan pembangunan akan tersendat. Indikatornya adalah keputusan dan rekomendasi DPR tentang skandal Bank Century dan pidato Presiden SBY yang bertendensi men-delegitimasi keputusan legislatif tersebut. Jelas ada nuansa pertarungan politik antara Legislatif dan Eksekutif. Suhu politik semakin memanas karena kedua pihak terus saling menyerang. Belum lagi komplikasi dari kemelut ini berimbas misalnya ketegangan dikalangan mahasiswa dan konflik baru antar Polri dan HMI, serta campur tangan petualang politik dengan agenda tersembunyi. Kita lihat peluang kearah ini mulai terbuka, gangguan di Makassar adalah pemicu awal. Pengalaman di sejumlah negara yang menghadapi kemelut seperti ini yang tampil untuk memediasinya adalah Partai yg berkuasa dan tokoh nasional yg kredibel. Di Indonesia yg berkuasa adalah Partai demokrat (PD). Namun partai ini belum berpengalaman. Personifikasi PD bukan ada pada Ketua umumnya Hadi Utomo tapi pada diri SBY yang adalah Presiden RI. Ada kecenderungan SBY akan membela Boediono dan Sri Mulyani sebagai pembantunya yang sangat dipercayainya, padahal sasaran tembak DPR adalah keduanya. Apakah sikap SBY ini tidak semakin memperburuk keadaan. Puncak dari eskalasi itu bukan mustahil berakhir dengan pemakzulan, apabila pihak eksekutif sendiri (baca: Presiden SBY) terus menerus melancarkan "perang politik" yang antagonistis dengan DPR. Analisanya begini, ketika Presiden menyatakan akan menyampaikan pidato menanggapi keputusan DPR tersebut, orang memperkirakan dia akan tampil sebagai negarawan yang berlapang dada menerima keputusan itu sembari menyampaikan kalimat kalimat bijak dan tidak mengesankan pelecehan terhadap DPR. Ternyata yang diucapkannya adalah sikap pembelaan terhadap kebijakan bailout tersebut padahal kebijakan itu yang justru "dikuliti" DPR yang akhirnya melahiran Keputusan DPR. Selain itu pembelaannya terhadap Boediono dan Sri Mulyani merupakan blunders karena justru keduanya yang menjadi sasaran tembak DPR. So, what's the best solution ? Solusinya (meminjam ucapan Amin Rais dalam jumpa Persnya Jumat siang) adalah Boediono dan Sri Mulyani dengan kesadaran yang dalam mengundurkan diri dari jabatannya sekarang. Keduanya jangan berharap diberhentikan oleh Presiden karena SBY telah menyatakan tetap mempertahankan mereka. Mengundurkan diri berarti berpihak pada rakyat (Keputusan DPR) dan menghormati proses hukum yang akan dijalaninya. Bila kedunya tetap "ngotot" pada jabatannya maka tensi politik semakin eskalatif dan chaostic. Dan menghadapi keadaan semacam ini orang lantas teringat akan peran seorang M.Jusuf Kalla yang selalu gesit melakukan langkah terobosan untuk menjaga citra pemerintah. Masih adakah orang sekaliber JK sekarang yg dapat menjembatani konflik Presiden SBY dengan DPR ?. (PD)
KEMBALI KE ARTIKEL