Sumber: http://mencuatdotcom.files.wordpress.com/2014/06/jadwal-debat-capres-cawapres-2014.jpg?w=700
Saya agak berdebar-debat ketika kemarin menonton debat capres tahap 2. Saya adalah pendukung Jokowi, namun saya berusaha menganalisisnya secara objektif. Debat kali ini bertema ekonomi, debat khusus capres saja, tanpa didampingi cawapres. Sejak dulu saya tahu Prabowo paling suka menonjolkan visi perekonomiannya, sedangkan Jokowi tipe yang tidak begitu pandai bicara, sehingga saya menantikan debat ini dengan kekhawatiran besar Jokowi akan kalah. Saya adalah alumni S1 fakultas ekonomi, sehingga saya yakin bisa menganalisis debat ini dengan baik.
Pada babak 1, kedua calon diminta memaparkan visi-misi perekonomian masing-masing. Jokowi mendapat giliran lebih dulu. Jokowi memulai dengan terbata-bata dan terlihat grogi, berkali-kali melihat kertas contekannya, dan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mengatakan hal-hal yang tidak perlu. Poin yang saya tangkap dari kata-kata Jokowi adalah: dirinya telah menghabiskan banyak waktu bersama rakyat sehingga mengerti kesulitan ekonomi mereka, dan dirinya akan memfokuskan pembangunan mulai dari pedesaan, rakyat kecil, dll dengan cara membangun UMKM, koperasi, dsb. Jokowi juga menyatakan bahwa masalah utama perekonomian Indonesia sulit adalah kurangnya pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat sehingga SDM nya kurang baik, sehingga dirinya akan membuat kartu Indonesia sehat dan kartu indonesia pintar supaya pendidikan dan kesehatan masyarakat meningkat, dan dengan demikian masyarakat bisa melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi lebih baik.
Sedangkan Prabowo memulai dengan lantang dan tegas, raut wajahnya menunjukkan kepercayaan diri tinggi, tanpa grogi. Ia dengan terang-terangan menyindir gagasan Jokowi tentang program kartunya dengan mengatakan, "ada orang mengatakan mau program ini program itu, mau bikin kartu ini kartu itu, persoalannya, dananya dari mana?", dilanjutkan dengan memaparkan bahwa kunci utama perbaikan ekonomi adalah menutup kebocoran anggaran negara sebesar 7200 T atau 1000 T rupiah per tahun, selanjutnya dari sanalah menyalurkan anggaran tersebut ke rakyat, terutama dengan program 1 Miliar per desa, sehingga uang mengalir dari pemerintah ke rakyat, bukan sebaliknya. Cukup meyakinkan, dan dengan sedih saya menulis di status FB dan BBM saya ketika itu: "Babak 1 debat capres: Jokowi vs Prabowo 0-1 (mengakui dengan sedih)".
Pada babak 2, kedua calon diminta mempertajam visi-misi sekaligus menjawab pertanyaan dari moderator. Keduanya ditanya "kenapa harus ekonomi kerakyatan? Dan bagaimana menurut anda mengenai investasi asing yang begitu banyak di Indonesia?". Di sini Prabowo mendapat giliran menjawab lebih dulu. Prabowo menjawab bahwa ekonomi kerakyatan harus dilakukan karena berdasarkan konstitusi UUD, ekonomi harus berasal dari rakyat dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. Namun dalam pandangan saya, Prabowo membuat blunder kemudian dengan mengatakan, "mengenai investasi asing, saya tidak anti terhadap investasi asing, asal jangan sampai menggusur ekonomi rakyat. Jadi investor-investor asing mau masuk, silahkan saja, masuk saja; asal jangan sampai menggusur rakyat", dan juga Prabowo mengatakan, "ekonomi era SBY ini sudah cukup bagus".
Well, sebenarnya ada benarnya perkataan Prabowo mengenai investasi asing, bahwa dalam banyak hal investasi asing itu justru menguntungkan rakyat. Namun mayoritas rakyat Indonesia cenderung menganggap investasi asing adalah musuh yang selama ini membuat rakyat semakin tergusur. Jawaban yang lebih tepat seharusnya adalah "investasi asing boleh masuk karena dalam banyak hal itu justru menguntungkan rakyat, namun selama ini investasi asing kita sudah terlalu banyak, jadi masuknya investor asing harus dibatasi. Setelah investor lokal kita menguasai ekonomi kita, barulah investor asing boleh masuk sebagai tambahan/pelengkap investasi, bukan malah sebaliknya seperti selama ini, di mana justru investor lokal kita yang menjadi pelengkap dan kita terlalu bergantung pada investor asing". Sedangkan perkataan Prabowo bahwa ekonomi era SBY sudah bagus justru akan menggugurkan image yang dibangunnya selama ini bahwa dirinya adalah simbol perubahan, siap mengubah perekonomian Indonesia yang selama ini kacau-balau di era SBY. Ditambah lagi, perkataannya ini kontradiktif dengan perkataannya sendiri di babak 1 bahwa selama ini kebocoran uang negara mencapai ribuan triliun.
Pada babak 2 ini, jawaban Jokowi sebenarnya juga tidak begitu memuaskan. Jokowi sekali lagi menekankan bahwa ekonomi kerakyatan perlu dibangun untuk menyejahterakan rakyat terutama rakyat kecil, dan bahwa satu-satunya cara untuk membangun itu adalah program kartu indonesia sehat dan kartu indonesia pintar. Jokowi juga menegaskan bahwa ekonomi lokal perlu dibangun dengan membangun pasar-pasar tradisional, UMKM, memperbaiki kualitas pasar dsb supaya masyarakat lokal tidak tergusur oleh asing, dan ia menekankan juga bahwa dirinya sudah mengerjakan itu saat menjabat di SOlo dan Jakarta. Jawaban ini menurut saya menunjukkan bahwa pemikiran ekonominya sebenarnya tidak bagus-bagus amat, namun yang paling utama adalah dirinya sudah membuktikan bahwa ia benar-benar sudah melakukan itu di SOlo dan Jakarta, tidak seperti lawannya yang baru sekedar memberi janji.
Kesimpulan saya, di babak 2 ini, kedua calon tidak menunjukkan jawaban yang istimewa. Seharusnya jawaban yang paling kuat untuk pertanyaan ini adalah membangun pendidikan entrepreneurship (kewirausahaan), supaya muncul wirausaha-wirausaha baru yang siap berinvestasi bagi negeri sendiri, bukan mengandalkan investasi asing lagi, dan juga supaya rakyat Indonesia tidak melulu ingin jadi karyawan terus. Namun Prabowo membuat 2x blunder sedangkan Jokowi sedikit berhasil menonjolkan keunggulan dirinya: bukti prestasi di SOlo dan Jakarta. Jadi di babak 2 ini, skornya adalah 1-0 untuk Jokowi.
Di babak ketiga, kedua calon diberi pertanyaan mengenai cara mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Jokowi seakan mengulang-ulang lagi jawabannya sebelumnya dengan menekankan perlunya pendidikan (kartu Indonesia pintar). Kemudian ia menegaskan lagi juga pentingnya membangun pasar rakyat, koperasi, UMKM dll supaya perekonomian rakyat semakin maju. Sedangkan Prabowo menjawabnya dengan berfokus pada bidang pertanian. Ia menyatakan akan membuka 2 juta hektar lahan pertanian, mengubah hutan-hutan rusak menjadi lahan pertanian, dan dari sana berdasarkan perhitungannya bisa menyerap 25 juta tenaga kerja baru di bidang pertanian.
Menurut saya jawaban keduanya masih lemah. Jokowi terkesan mengulang-ulang yang sudah-sudah, walaupun jawabannya masuk akal. Sedangkan jawaban Prabowo akan menimbulkan kesan bahwa Prabowo menghendaki seluruh rakyat, terutama yang tidak punya pekerjaan, untuk menjadi petani semua. Padahal menurut saya, mayoritas rakyat tentunya lebih suka menjadi PKL atau penjual pasar seperti yang dikonsepkan Jokowi, daripada menjadi petani. Karena pekerjaan petani selama ini kerap identik dengan hasil panen yang tidak menentu, juga identik dengan orang miskin yang cuma tinggal di gubuk pedesaan. Jawaban yang paling pas untuk pertanyaan kali ini seharusnya adalah ENTREPRENEURSHIP, dan saya berpandangan bahwa hanya inilah satu-satunya solusi bagi masyarakat kita. Rakyat harus diubah mindsetnya supaya lebih suka membuka usaha sendiri daripada menjadi karyawan. Jika mereka menjadi pengusaha yang membuat perusahaan, perusahaan-perusahaan itu akan bisa menyerap banyak tenaga kerja. Jika ada 1 orang saja menjadi pengusaha, membuka perusahaan yang mempekerjakan 20 orang, maka 1 orang itu saja bisa mengurangi pengangguran sebanyak 20 orang. Itulah konsep yang selama ini didengung-dengungkan oleh Ir Ciputra dan mulai menyebar di Indonesia. Pemerintah harus mengajarkan pendidikan entrepreneurship, memberi kemudahan izin bagi pelaku usaha, membantu permodalan para calon wirausahawan baru, dan sebagainya. Sayangnya Jokowi maupun Prabowo tampaknya belum mengerti ini sama sekali. Skor babak 3 ini adalah 0-0 untuk keduanya.
Babak ke-4 dan ke-5 merupakan sesi tanya jawab. Seperti yang dijanjikan KPU, kali ini ada porsi yang cukup banyak untuk tanya jawab. Namun saya tidak menyangka sesi ini ternyata berjalan begitu membosankan. Pertanyaan-pertanyaan kedua calon hanya berupa pertanyaan semacam "bagaimana menurut bapak, bagaimana cara bapak, menurut bapak apakah... " dan semacam itu. Padahal dalam debat yang akademis, sesi tanya-jawab seharusnya merupakan kesempatan untuk menyerang dan menelanjangi kelemahan visi-misi ataupun program calon lawannya. Sampai-sampai saya melihat di media sosial beberapa orang mengatakan "mereka ini berdebat atau berdiskusi sih?", dan semacam itu.
Saya berpikir, seandainya saya jadi Jokowi, saya akan menanyakan, "bapak terus-terusan mengkritik kebocoran uang negara 1000 Triliun, itu kan salahnya menteri perekonomian, lha kok sekarang bapak malah jadikan dia cawapres bapak?". Atau bisa juga tanya begini , "bapak bilang mau mengefisiensi APBN supaya bisa disalurkan ke masyarakat, tapi kok kapan itu di debat yang lalu bapak bilang mau menaikkan gaji pejabat? Kalau gitu APBN nya malah makin tersedot untuk menggaji pejabat dong?". Sedang untuk Prabowo, seharusnya ia bisa bertanya kepada Jokowi, "anda bilang selama ini sudah berhasil membangun pasar rakyat, memperbaiki kualitas pasar, menata PKL dsb di jakarta dan solo, lantas nyatanya kok di Jakarta masih banyak PKL di monas dan di jalan raya? Malah PKL tanah abang yang pernah bapak urus itu ujung-ujungnya kembali jualan di jalan juga?". Dalam sesi tanya-jawab ini, kedua calon seperti hanya bersoal-jawab mengenai konsep-konsep perekonomian saja sambil berharap lawannya tidak bisa menjawab karena belum memahami konsep perekonomian tersebut.
Walaupun menurut saya sesi tanya-jawab ini terkesan kurang bermutu, namun ada juga beberapa pertanyaan yang gagal dijawab oleh kedua calon. Prabowo sempat bertanya mengenai cara Jokowi menghadapi asean free trade agreement, di mana ada ancaman produk-produk luar akan menghabisi produk lokal. Jokowi menjawab caranya adalah mempersulit masuknya produk luar dengan "trade barrier", yaitu misalnya bea masuk, perizinan, dsb. Kemudian Prabowo secara simple cuma meminta Jokowi lebih memperjelas saja cara-cara tersebut. Hmm, saya heran, sebenarnya Prabowo sadar gak kalau jawaban Jokowi itu lemah dan bahkan terkesan sedikit ngaco? Yang namanya free trade alias perdagangan bebas adalah: produk luar bisa BEBAS masuk ke Indonesia, tidak boleh lagi sengaja dihalang-halangi untuk masuk. Trade barrier sebisa mungkin harus dihilangkan semua, itulah yang namanya perdagangan bebas. Tidak boleh lagi ada bea masuk. Seharusnya Prabowo mengeksploitasi hal ini, namun sayangnya Prabowo sendiri tampaknya juga tidak begitu mengerti arti perdagangan bebas. Jawaban yang paling tepat bagi Jokowi untuk menjawabnya adalah mempertahankan sedikit "trade barrier" yang masih diperbolehkan ada dalam perdagangan bebas, misalnya syarat standar mutu/standar kesehatan. Kemudian bisa juga dengan MENUNDA masuknya produk-produk dengan mengulur-ulur waktu kesepakatan impor tersebut sambil mendorong pengusaha lokal memproduksi barang-barang sejenis atau meningkatkan kualitas produksi barang-barang sejenis supaya saat produk impor tersebut masuk, kualitasnya kalah bersaing dengan produk lokal.
Sedangkan bagi Jokowi, ia terlihat di atas angin berkat 3 pertanyaan yang ia ajukan berikut. Pertama, mengenai TPID. Prabowo bingung dan bertanya apa itu TPID, yang dijawab oleh jokowi "Tim pengendali inflasi daerah". Prabowo menjawab "soalnya saya kan tidak mengetahui seluruh arti singkatan". Walaupun di media sosial banyak pendukung Jokowi yang mencibir Prabowo karena tidak tahu apa itu TPID, saya sepakat dengan Prabowo bahwa tidaklah mungkin memahami seluruh singkatan. Namun kekalahan Prabowo di sini bukanlah ketidaktahuannya mengenai singkatan TPID tersebut, namun jawabannya yang terkesan tidak mengerti apa-apa. Ia hanya mengatakan bahwa inflasi sebisa mungkin harus dikurangi, dan hal-hal yang masih "abu-abu" semacam itu. Seharusnya ia menjawab "TPID harus memacu produktivitas perusahaan-perusahaan, UMKM, petani dsb supaya inflasi terkendali. Mereka harus memanajemen jumlah ekspor-impor barang dari daerah tersebut. Mereka harus menegur jika ada perusahaan yang memasang harga terlalu tinggi". dan semacam itulah. Tampaknya Prabowo sama sekali tidak menguasai konsep TPID.
Yang paling mencolok, Prabowo tidak bisa menjawab pertanyaan Jokowi mengenai pengembangan ekonomi kreatif. Seharusnya kunci pengembangan ekonomi kreatif adalah pendidikan dan kewirausahaan (entrepreneurship). Saat Prabowo kebingungan menjawab, ia cuma sempat berurai "saya sangat mendukung segala upaya untuk memajukan ekonomi kreatif". Saya tertawa. Lha harusnya kan dia jelaskan upayanya itu APA SAJA, itulah yang ditanyakan Jokowi, bukan apakah ia setuju memajukan ekonomi kreatif atau tidak. Saat Jokowi berusaha menelisik lebih jauh, Prabowo malah mengatakan setuju dengan Jokowi, kemudian cipika-cipiki dengan Jokowi. Ia menyatakan bahwa dirinya bersedia setuju dengan Jokowi meskipun timsesnya menyuruhnya jangan pernah setuju dengan JOkowi, seolah ingin menunjukkan kejantanannya. Menurut saya kalau Prabowo mau jadi jantan sejati, ia harusnya mengakui ketidakmampuannya menjawab pertanyaan Jokowi dan ketidaktahuannya mengenai ekonomi kreatif.
Dan satu lagi hal menarik yang terakhir dari sesi tanya-jawab ini adalah pertanyaan Jokowi tentang UU desa, di mana di sana sudah diatur bahwa tiap desa harus menerima dana 1 Miliar atau lebih dari pemerintah pusat, jadi program Prabowo memberikan 1 miliar per desa itu sama sekali bukan hal baru, malah hal itu pasti diberlakukan siapapun presidennya. Prabowo berdalih bahwa dulunya UU tersebut tidak ada, dan baru dibuat setelah dirinya yang memunculkan ide tersebut dan kemudian mengusahakan supaya ide tersebut disetujui di DPR. Bagi saya ini menghantam telak Prabowo karena membuktikan bahwa program Prabowo 1 miliar per desa itu sudah ada di UU, sama sekali bukan gebrakan baru, dan dengan demikian menunjukkan bahwa gonjang-ganjing Prabowo mengenai ide 1 miliar per desa itu hanya pembohongan dan pencitraan semata.
Jadi meskipun menurut saya sesi tanya-jawab ini berlangsung tidak menarik dan kurang bermutu, Jokowi memenangi sesi ini, 1-0 untuk Jokowi.
Di sesi akhir, ketika tiap calon disuruh memberikan pernyataan penutup dan kesimpulan, Prabowo menekankan dengan berapi-api kerinduannya menyejahterakan seluruh rakyat, pentingnya memajukan ekonomi kerakyatan yang berdikari, dan bahwa dirinya siap menghormati apapun pilihan rakyat. Sedangkan Jokowi lagi-lagi terlihat terbata-bata dan cuma sekedar menyatakan mengenai keinginannya supaya tidak ada rakyat yang harus kelelahan bekerja siang-malam dalam kemiskinan. Skor Jokowi-Prabowo 0-1.
Kesimpulan akhir: Skor 2-2, namun mungkin Jokowi sedikit unggul karena memenangi babak yang paling krusial dalam debat ini, yaitu tanya-jawab, sementara Prabowo memenangi babak yang tidak begitu penting yaitu closing statement. Namun apapun itu, seri ataupun kemenangan Jokowi, bagi saya yang merupakan pendukung Jokowi, ini sudah cukup melegakan, mengingat bidang ekonomi ini adalah andalan utama kubu Prabowo, ditambah lagi ketidakfasihan Jokowi dalam berbicara. Meskipun di awal muncul kekhawatiran kubu Prabowo akan memenangi dengan mudah debat ini karena 2 faktor tersebut, namun ternyata Jokowi cukup bisa mengimbangi Prabowo.
Sebagai tambahan, pagi ini saya dibuat tergelitik dengan berita bahwa hari ini Prabowo memuji-muji pemerintahan SBY, menyebutnya sebagai bapak bangsa, cukup berhasil membangun bangsa selama 10 tahun. Baca beritanya di sini: http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/06/16/124239/2609177/1562/puji-puji-sby-prabowo-bukan-karena-menjilat-kalau-menjilat-harusnya-di-awal?9922032
Bagi saya ini lucu, mengingat dalam debat kemarin ia begitu mengecam kebocoran anggaran ribuan triliun per tahun, eh kok sekarang malah dipuji? Bahkan sebenarnya kalau dicermati, kecamannya terhadap kebocoran anggaran tersebut sebenarnya juga berarti mengecam cawapresnya sendiri, Hatta Rajasa, yang menjabat menteri koordinator perekonomian selama 5 tahun terakhir ini. Selain menunjukkan ketidakkonsistenan Prabowo, menurut saya berita ini juga berpotensi membuat masyarakat makin mempertanyakan komitmen Prabowo: apa benar ia akan mengubah Indonesia? jangan-jangan ia hanya akan mengulangi saja buruknya pemerintahan SBY. Yah, tapi selama ini memang perkataan Prabowo banyak yang tidak konsisten satu sama lain, baca saja di artikel saya ini, yang sudah dibaca lebih dari 42 ribu kali ini (dan masih terus bertambah saat ini): http://politik.kompasiana.com/2014/06/12/pernyataan-pernyataan-prabowo-yang-membuat-saya-enggan-memilihnya-658085.html