Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Merenung dari Kejadian

25 Februari 2010   11:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44 44 0
Hari ini tgl 28 November 2008. Sudah mendekati akhir tahun. Tapi belum ada pencapaian yang berarti yang saya rasakan. Hidup ini betapa penuh dengan aneka orang yang tidak pernah cukup merasakan puas, puas dengan yang dimiliki sekarang, puas dengan keadaan sekarang, dengan segala kemewahan hidup yang ada ditangan mereka.

Apa yang merupakan bencana terhebat dalam hidup manusia?

Keadaan keluarga yang berantakan?

punya pacar yang dianggap berhati dingin?

tugas kuliah / sekolah yang seakan tidak berujung?

punya atasan yang amat sangat menyebalkan dikantor?

bertemu client yang sok arogan?

menikahi suami / istri yang ternyata tidak saling memiliki kecocokan?

menjadi pengangguran yang putus asa?

berada dalam kondisi sangat menginginkan sesuatu, tetapi tidak dalam kondisi memungkinkan untuk memilikinya?

Itukah bencana sesungguhnya dalam hidup? Yakinkah?

Bagaimana dengan orang yang bangun di pagi hari, dan mendapati bahwa hari ini tidak akan dapat makan lagi, karena kurangnya kemampuan untuk itu, sedangkan disamping masih ada tanggungan yang harus diberi makan.

Atau perasaan seorang ibu, yang berada dalam keadaan dimana anaknya yang masih balita, bahkan tergolong bayi yang seharusnya baru mulai belajar untuk merangkak, namun karena salah satu organ tubuhnya tidak berjalan dengan baik, bayi tersebut harus meringkuk dalam tidurnya, dengan menahan rasa sakit.

Seorang ibu, yang berada dalam keputusasaan karena tidak berdaya menyelamatkan buah hatinya sendiri. Bukan karena tidak ada cara, tapi tidak sanggup karena keterbatasan dana.

Lalu, apa artinya uang di dunia ini?

Uang menjadi bermakna apabila kita dapat melakukan sesuatu dengan uang itu.

Apakah nilai uang diukur dari digitnya ato banyaknya angkanya?

Atau dari hasil yang bisa kita dapat dari uang tersebut?

Coba kita renungkan bersama..

Setiap pagi disaat kita bangun di pagi hari, dengan penuh kesadaran kita bersama belajar untuk meresapi arti bersyukur, dimana kita masih tidak kekurangan sesuatu apapun, dari ujung kepala sampai ujung kaki, semua organ tubuh masih berfungsi dengan baik, sebagaimana harusnya mereka berfungsi.

Kita masih mendapatkan berkah keselamatan berada ditempat yang tidak tertimpa bencana dari alam, yang bilamana diusut lebih jauh, adalah juga akibat dari perbuatan sebagian dari kita, sebagai manusia.

Kita masih diberi rezeki untuk dapat memulai aktivitas hari ini dengan segala fasilitas yang sudah tersedia, yang telah ada, bahkan kita tidak perlu mengeluarkan tenaga atau pikiran untuk menciptakannya.

Dan juga rezeki dimana kita masih diberi kesempatan untuk dapat menikmati arti bekerja, dan hidup dalam suatu lingkungan masyarakat, dengan menyandang status masing-masing sesuai dengan profesi. Rezeki, dimana kita bukan hidup sebagai seseorang yang bahkan tidak tau hari ini punya rezeki makan atau tidak. Kita hanya cukup memikirkan, hari ini ingin makan apa.

Kita semua terlahir sama.

Keluar dan menghirup udara untuk pertama kalinya di muka bumi ini dengan cara yang sama, yaitu dilahirkan dari rahim seorang, yang kita sanjung sebagai ibu.

Tapi berbagai proses hidup ini yang membedakan arah kita dalam menjalani hidup.

Sungguh terasa sebagai ironi.

Betapa satu nilai diatas kertas, dapat menentukan nilai manusia.

Seringkali, banyak hal berada jauh dari jangkauan kita. Bahkan untuk yang mempunyai niat paling tulus sekalipun, untuk dapat menjernihkan kembali arti-arti dan nilai-nilai dalam kehidupan kemanusiaan.

Jika kita sudah sempat mendapati diri kita ada di pemikiran seperti ini, masih tegakah atau masih sanggupkah kita, untuk menjalani hidup dengan penuh keangkuhan, tanpa sekalipun memikirkan nasib orang-orang yang berada dekat dengan kita, atau bahkan disamping kita?

Mereka dan kita, apa bedanya?

Selain hanya nama, status di lingkungan, dan penampilan?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun