Bagaimana mungkin gerakan radikal dan teroris itu mampu membelokkan kesadaran kebangsaan yang telah dirintis oleh para tokoh nasional seperti Kartini, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Cokroaminoto, Haji Agus Salim, atau Sam Ratulangi sebagaimana ditulis oleh Ignas Kleden dalam opininya tentang Inteligensia Indonesia (19/2)? Bukankah kesadaran kebangsaan yang telah dirintis oleh free-floating intellectuals itu merupakan buah pergumulan dan pertaruhan di antara beberapa kemungkinan yang sempit pada masa kolonial? Jika paham radikalisme mulai menarik perhatian intelektual Indonesia, apakah hal itu menandakan bahwa saat ini mereka sedang mengalami krisis identitas?
KEMBALI KE ARTIKEL