Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Indonesia, Belajarlah dari Rosulan Dusun!

18 Mei 2011   14:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:30 312 0
[caption id="attachment_110457" align="aligncenter" width="504" caption="berbagi nasi berkah"][/caption] Menjelang bulan syawal setiap tahunya, hampir semua masyarakat dusun di kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta menyelenggarakan tradisi adat Rosulan. Rosulan sendiri berasal dari kata rasul atau wali - merujuk pada nabi Muhammad SWT, rasul utusan Allah. Tradisi rosulan diterima dan lestari hingga hari ini karena berakulturasi dengan ajaran Islam. Tak heran bila di dusun dusun tradisi ini selalu berulang dan dilembagaakan menjadi agenda budaya resmi tingkat dusun maupun desa. Secara harafiah tujuan dari rosulan sendiri adalah ungkapan syukur masyarakat tani atas panen pertanian.

Bagi beberapa daerah ujud syukur atas panen ini diberinama berbeda seperti merti dusun, merti desa, merti bumi, dsb. Intinya sama yaitu ungkapan syukur kepada Tuhan atas keselamatan warga. Uniknya karena tradisi ini telah terpola dan mendarah daging di masyarakat, tak lagi berpatok pada hasil panen. Mau hasil panen menurun, atau naik, entah gagal, atau justru terlewat beberapa bulan, warga tetap melaksanakan rosulan.

Bagi masyarakat Gunung Kidulungkapan syukur ini diwujudkan dengan membuat nasi rosul atau nasi suci dan ingkung. Nasi rosul sama halnya dengan nasi uduk atau nasi gurih yang disiapkan oleh setiap kepala keluarga. Ketika nasi rosul mengingatkan kita pada kebajikan nabi maka ingkung justru mengingatkan manusia pada kematian. Ingkung bagi orang Jawa memiliki filosofi ‘meng-kungkung’ atau reflesi bagi setiap orang untuk selalu mengingat bahwa manusia pasti akan mati laiknya bentuk terakhir ingkung ayam tersebut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun