Bagi beberapa daerah ujud syukur atas panen ini diberinama berbeda seperti merti dusun, merti desa, merti bumi, dsb. Intinya sama yaitu ungkapan syukur kepada Tuhan atas keselamatan warga. Uniknya karena tradisi ini telah terpola dan mendarah daging di masyarakat, tak lagi berpatok pada hasil panen. Mau hasil panen menurun, atau naik, entah gagal, atau justru terlewat beberapa bulan, warga tetap melaksanakan rosulan.
Bagi masyarakat Gunung Kidulungkapan syukur ini diwujudkan dengan membuat nasi rosul atau nasi suci dan ingkung. Nasi rosul sama halnya dengan nasi uduk atau nasi gurih yang disiapkan oleh setiap kepala keluarga. Ketika nasi rosul mengingatkan kita pada kebajikan nabi maka ingkung justru mengingatkan manusia pada kematian. Ingkung bagi orang Jawa memiliki filosofi ‘meng-kungkung’ atau reflesi bagi setiap orang untuk selalu mengingat bahwa manusia pasti akan mati laiknya bentuk terakhir ingkung ayam tersebut.