"Bagaimana kabar, negerimu? aku dengar arablar sedang membantu Yaman melawan Houti?"
"Mereka tidak membantu, justru memperparah"
"Kenapa bisa begitu?"
"Mereka tak hanya menyerang Houti, tapi juga menyerang markas militer Yaman yang mereka sangka membantu pemberontak syiah itu."
"Hah?" responku tidak percaya.
Ya, namanya Shadeq, sudah cukup lama saya mengenalnya. Mahasiswa master jurusan Computer Engineering itu adalah teman satu kelas saat pendidikan bahasa Turki beberapa waktu silam. Dan siang itu saya menjumpainya selepas shalat Jumat di masjid dekat kampus. Ada hal yang berbeda, langkah tegapnya tidak seperti biasanya. Wajahnya pun tertunduk, seperti ada hal yang sedang ia pikirkan.
Saya menyapanya, menayakan kabar seperti biasa termasuk situasi negerinya yang jauh disana. Negeri yang mempunyai sejarah panjang. Rujukan para ulama untuk belajar Islam. Tak terhitung sudah berapa ulama mumpuni di negeri kita adalah alumni dari negerinya.
Ya, situasi Yaman sekarang memang sudah berubah. Situasi tak menentu dimulai sejak Presiden Hadi mengundurkan diri dua tahun yang lalu, sedangkan dewan tak kunjung menunjuk penggantinya secara definitif. Lantas kondisi ini dimanfaatkan kaum minoritas syiah pimpinan Houti untuk berebut kuasa. Meski minoritas kekuatan militernya memang kuat, banyak korban sipil berjatuhan pasca pemberontak syiah ini menyerang. Hingga akhirnya, kondisinya sekarang istana negara berhasil di kuasai. Sejurus kemudian, dengan dukungan penuh Iran militan pemberontak Houti mulai menyebar, menguasai sektor-sektor penting di negeri itu. Dan, pembantaian sipil (sunni) oleh kaum syaih seperti yang terjadi di Suriah mulai terjadi di negeri itu.
Tak mau kecolongan, presiden yang sudah mengundurkan diri itu ingin kembali berkuasa. Berdalih penyelamatan bangsa. Sedangkan rakyat sendiri sudah terlanjur tidak percaya dengan Hadi.
"Hal yang disayangkan adalah mengapa Hadi dan arablar (Saudi dan lainnya) tidak memerangi syiah sejak mereka masih kecil. Mengapa mereka membiarkan hal itu terjadi. Dan sekarang dengan dalih penyelamatan Yaman, semua negeri itu terkena dampak penyerangan. Mengapa baru sekarang?" jelas Shadeq atas keheranan saya tadi.
"Bukannya itu berarti bahwa Raja Salman (Raja Saudi yang sekarang) berbeda dengan raja sebelumnya? berani mengambil sikap tidak hanya sekedar membangun benteng seharga ratusan milyar dollar di perbatasan." tanya saya kembali.
"Tidak, mereka sama saja"
Terdiam saya mendengar jawaban sahabat saya itu. Saya memang sangat menaruh harap pada Raja Saudi yang baru itu. Berharap adanya perubahan, tak sekedar menjadi 'boneka' yang mencari aman dari Amerika.
"Coba kamu lihat Suriah sekarang, dimana peran mereka? apa yang mereka lakukan? mungkin tak perlu jauh-jauh ke Suriah, perhatikan saja Gaza, emangnya ada dari arablar yang membatu negeri yang tengah terjajah itu?"
Lagi-lagi saya terdiam. Saya paham bahwa berondongan pertanyaan itu memang tak butuh jawaban ataupun bantahan. Itu memang fakta adanya.
Sebelum kami berpisah, saya mengucap padanya,
"Semoga situasi negerimu segera membaik, tidak menjadi Suriah kedua"
"Itu yang terjadi, mereka sengaja membiarkan Yaman seperti Suriah"
"......."
*) Arablar (Turkish) merujuk pada negara-negara arab peninsula (Saudi Arabia, Kuwait, UEA, Qatar, Yordan, dan Sudan) yang tergabung dalam operasi Decisive Storm (Badai Penentuan) di Yaman.