Entah ini dimainkan
Entah juga main main
Barangkali barang mainan
Sekumpulan kelelawar menghias langit
Kumandang magrib menggema
Semua diam tak bergeming
Bercengkrama dengan malam
Gelap menjadi kawan sejati
Dingin itu seperti haus
Terkadang cakrawala berbaris layak serdadu tuli
Berkelebat pula entah dari mana
Menikmati firasat
Yang terjauh menghias gelombang dalam
Mesra tanpa nafas
Angin mendesirdesir menggorok siapa yang dia temui
Melenggang tanpa celah kembali
Disavana segerombolan perampok tanpa topeng
Mereka mengenakan busana bak priyai
Hitam mengkilat Garuda emas
5 serangkai tersenyum kecut
Memainkan dawai keabadian
Lekang waktu. Padahal mereka hilaf
Terkadang Mega bisa berubah. Dukun dipojok komat Kamit
Ini pertunjukan drama kolosal epik
Tanda bawa semua bisa diukur dan terukur
Menyala abangku. Suara dikerumunan memecah ripuh ombak
Bendera berkelebat. Turunkan! Bubarkan!
Semangat menggebu tampak sekali
Darah bolak balik. Ke kepala turun lagi naik lagi
Mereka dikerumun tanpa rasa dosa
Mereka itu perlente begitulah
Bendo menghias silau menggilas pandang
Runtutan kata disampaikan dengan sedikit empati
Diatas sana aku geleng kepala
Padahal kau bukan siapa siapa
Aku tak menyangka. Penghianatan demi penghianatan
Atas nama pusaka sejarah
Sebut saja Garuda Emas
Kita dipertontonkan bahwa kejahatan adalah nama lain dari seni
Kita dipercontohkan bahwa kekejaman adalah menguasai panggung wacana
Kita dipercontohkan bahwa kemenangan adalah menyimpan dialektika diatas meja
Kita dipertontonkan membabi buta
Pesan epik pendahulu tak salah
Kita hari bertarung dengan bangsa sendiri bukan
Karena penjajah tak terlihat. Mereka menjelma menjadi siluman rubah putih
Sementara budak-budak dengan bangga
Tak kuasa menahan tawa. Darahku menyembur dari kerongkongan
Aku adukan besok padamu Bung. Kalau bisa
Sambil ngopi di telaga diatas rawa yang tenang tanpa prasangka
Diskusi kita mungkin hanya buih. Saat itu Aku tak lagi kembali
Tenanglah disana bung. Perjuanganmu dahulu masih menancap jelas di ubun-ubun
Permadani berkelebat menuju kerumun
Mereka diam dan hanya melirik
Kereta kuda berhenti. Kusir menarik pelana
Sepatu emas hitam dan balutan putih kanselir datang
Mengumandang teladan. Mencoba menghentikan pembataian akal
Serdadu kelabang seribu menjaga ketat
Seketika
Itulah yang terjadi
Wajah penuh muram dan lesu kini tenang
Tak ada rasa. Mereka kembali jua
Sekumpulan gagak hitam membawa mereka dengan perkasa
Lima pangeran selamat. Sementara waktu