Dalam Bab ini, Simon mengungkapkan 5 hal yang tertunda setelah UU Minerba diberlakukan. Antara lain belum adanya peraturan pelaksana UU Minerba yang lebih tegas khususnya terkait pengendalian produksi, penetapan wilayah pertambangan (WP), amandemen KK dan PKP2B, penyidik PNS di lingkup pertambangan, serta (masih) tertundanya pembangunan smelter.
Baca Juga: Kegalauan Simon Sembiring dalam Kemelut Divestasi Freeport (3)
Akan tetapi dari kelima hal yang tertunda itu, pembahasan yang sangat menarik menurut saya adalah terkait penetapan WP. Kenapa? Karena ternyata izin pertambangan masih bisa leluasa diterbitkan meski tanpa adanya penetapan WP terlebih dahulu. Ironisnya lagi, Simon mengungkap masih ada perusahaan tambang yang bahkan tidak mempunyai NPWP. Bagaimana mungkin? Faktanya itu banyak terjadi.
Padahal, obral izin pertambangan itu seharusnya tidak terjadi setelah UU Minerba diterbitkan pada 2009. Sehingga pada kurun waktu 2009-2012, kepala daerah di seluruh Indonesia sedikitnya telah menandatangani 10 ribu izin tambang. Celakanya, sebanyak 5 ribu izin tambang itu belakangan diketahui bermasalah. Barulah pada 2012, kebijakan moratorium pertambangan diterbitkan Kementerian ESDM. Sebuah kebijakan yang tentunya sudah terlambat.