Sampai saat ini masih juga aku bingung dengan perilaku mereka. Dalam sebuah kelompok besar atau pun kecil, mereka punya kencenderungan yang mungkin jarang dilakukan oleh orang Indonesia. Sekali mereka mancep di suatu tempat duduk tertentu, sampai kursus itu berakhir, tetap, tidak berpindah tempat. Jika ruangannya berganti pun formasi duduk pun tidak berpindah. Heran…. Cuman bisa geleng-geleng kepala.
Kenapa hal itu begitu pentingnya bagi aku? Karena aku mengajar percakapan Bahasa Indonesia. Mereka pun juga harus bercakap-cakap, berkomunikasi dengan banyak orang kalau nantinya sudah tinggal di Indonesia. Dan yang mereka harus tahu, mereka nantinya akan berinteraksi dengan berbagai bentuk macam orang. Tahu sendiri khan…orang-orang Indonesia yang tinggal di kota besar sangat beragam tingkah lakunya, karena unsur kedaerahan dan kesukuannya besar.
Unsur kedaerahan orang Indonesia ini akan berpengaruh besar waktu berbahasa Indonesia. Orang yang makan sekolahan sekali pun, interferensi dari bahasa daerah besar sekali. Dan tidak sedikit dari orang Jepang itu kesulitan menangkap bahasa Indonesia yang standart sekali pun.
Kembali menyoal tempat duduk itu. Kali ini kelasku bener-bener gede untuk ukuran kelas percakapan, 14 orang. Aku perhatikan pada tatap muka ke dua, kelas membentuk huruf U sesuai dengan permintaanku untuk kelas percakapan. Deretan kiri dari aku berdiri itu orang-orang jajaran penting dalam perusahaan itu. Dan di dekat pintu keluar masuk adalah kebalikannya. Dari sini ini aku menangkap ada cara pikir Jepang yang mempengaruhinya. Yaitu, tempat duduk orang yang dipentingkan harus jauh dari pintu, supaya tidak terganggu.
Dalam budaya Jepang, ada 和室 washitsu, ruangan tradisional ber-tatami. Di situ ada 床の間 tokonoma, tempat di salah satu di dindingnya dirancang untuk meletakkan 生け花ikebana rangkaian bunga, 縦軸tatejiku hiasan kaligrafi dinding dll. Di depan tokonoma itu namanya 上座 kamiza tempat duduk untuk orang yang dipentingkan .