Film ini menceritakan tentang seorang anak bernama Ishaan Nandkishore Awasthi (Darsheel Safary). Ihsaan adalah seorang anak berumur delapan tahun dan sedang duduk di kelas tiga sekolah dasar. Dia menghadapi banyak kesulitan dalam belajar, sangat membenci pelajaran, bahnak membaca dan menulispun dia belum mampu sebagaiman seharusnya anak seumurannya. Sehingga dia sering mengalami kegagalan dalam setiap ujiannya. Dengan segala kekurangan itulah Ihsaan menjadi bulan-bulanan kawan-kawan bahkan guru dan ayahnya sendiri. Sampai-sampai dia beri nama panggilan "idiot".Ayah Ishaan, Nandikshore Awasthi (Denis Sharma), adalah seorang eksekutif yang sibuk dan sukses. Ayahnya selalu mengharapkan Ishaan dapat melakukan yang terbaik seperti kakaknya, Yohaan (Sachet Engineer). Sedangkan ibunya, Maya Awasthi (Tisca Chopra), adalah seorang ibu rumah tangga biasa yang akhirnya merasa sedih dan bingung karena merasa gagal mendidik dan membantu Ishaan menghadapi masalahnya. Merasa ada yang tidak beres dengan anaknya, orang tua Ihsaan akhirnya memutuskan untuk mengirim Ihsaan ke sekolah berasrama.
Diasrama inilah konflik utama film ini terjadi, dimana Ihsaan yang memiliki pendirian "tidak ada ketakutan di dalamnya" harus berpisah jauh dengan keluarga, termasuk ibunya. Hari-hari pertamanya berada di asrama hanya diliputi rasa rindu dan ketakutan berada jauh dari sang Ibu.
Diasrama ini pulalah, diketahui bahwa Ihsaan menderita disleksia, yaitu gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat. alimat seperti, “Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke kampung halamannya” akan terlihat oleh anak-anak ini: “Liran sekah tan llu ndi it Aah ke kaung halanya” atau “LiburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”. (sumber)
Hal ini pertama kali disadari oleh Ram Shankar Nikumbh (Aamir Khan), seorang guru pengganti untuk mata pelajaran kesenian yang juga masih aktif membina di sebuah sekolah khusus anak-anak yang menderita keterbelakangan mental. Dan berkat penjelasan si Pak Guru Ram ini pula lah saya baru mengetahui bahwa dulunya Albert Einstein, da Vinci dan Picasso adalah penderita disleksia.
Namun berbeda dengan guru Ihsaan yang lain yang menganggap Ihsaan memiliki kekurangan yang sangat sulit untuk diperbaiki, Ram malah menganggap disleksia yang diderita Ihsaan adalah sebuah kelebihan yang hanya sedikit orang yang memilikinya, yaitu kemampuan yang mengakibatkan penderita disleksia memiliki kemampuan memahami ruang (spasial) lebih hebat dibanding orang normal. Penderita disleksia lebih mudah memahami informasi-informasi dalam bentuk tiga dimensi--pemahaman seperti ini sangat penting dalam kemampuan artistik seseorang. (sumber)
Ini terbukti ketika Ram mengunjungi kediaman keluarga Ihsaan, dia mendapati hasil karya seni yang pernah di buat oleh Ihsaan, yang kebanyakan berupa gambar dan lukisan abstrak. Kemudiaan Ram meutuskan untuk meberikan perhatian khusus kepada Ihsaan, hal ini tidak lepas dari pengalamnnya yang juga pernah menderita disleksia. Dia tidak ingin membiarkan bakat dan kemampuan Ihsaan hilang begitu saja karena kurangnya kepercayaan diri yang dimiliki oleh Ihsaan. Sebagaimana judulnya Taare Zameen Par (Like Stars on Earth, Stars on Earth, atau Stars on the Ground).
Berkat keyakinan kuat dan kemampuan serta pendekatan yang berbeda, Ram berhasil mengembalikan kepercayaan diri Ihsaan untuk kembali melukis, bahkan berkat bimbingan khusus yang diberikan Ram, Ihsaan akhirnya mampu menulis dan membaca secara normal. Bahkan lukisan Ihsaan terpilih menjadi cover buku tahunan disekolahnya.
Pesan dari film ini, sesuai dengan tagline pada judulnya, "Every Child Is Special".
Taare Zameen Par's Official Web http://www.taarezameenpar.com
With picture http://pararang.blogspot.com