Bila kita lihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini, baik itu dari infrastruktur dan kurikulum serta sumber daya guru (SDG) yang merupakan komponen penting dalam pendidikan nasional. Ketiga komponen ini sangat cukup untuk mewakili observable lainnya untuk mengukur kesuksesan pendidikan nasional. Mari kita bahas satu per satu komponen ini secara detail. Pertama infrastruktur pendidikan di Indonesia, misalnya bangunan sekolah, perpustakaan, internet dan lain-lainya. Apakah bangunan sekolah yang memadai telah sampai ke desa dan pelosok-pelosok tanah air? Apakah sekolah yang memadai itu telah memiliki perpustakkan yang notabenenya adalah gudang ilmu itu sendiri? Di era teknologi ini, apakah sekolah yang memadai itu telah bisa mengakses internet sampai ke pelosok-pelosok? Kalo ketiga pertanyaan ini sudah bisa dijawab dengan lugas maka bisa di jamin bahwa pendidikan Indonesia sudah maju beberapa tahap menuju pendidikan yang baik. Maka tema " Wujudkan Merdeka Belajar" sudah bisa dikatakan tidak relevan lagi karena infrakstruktur sekolah telah memadai. Artinya sekolah telah tersedia dimana pun anak-anak Indonesia berada bisa belajar  secara nyaman dan fokus. Kalo tidak maka "Wujudkan Merdeka Belajar" pastinya masih relevan dan harus terus menjadi fokus untuk diselesaikan. Namun harus menjadi prioritas utama. Artinya ada tenggang waktu yang dialokasikan untuk bisa menyelesaikan masalah ini harus ditetapkan, dimana seharusnya 62 tahun hardiknas sudah cukup untuk bisa menyelesaikan masalah ini. Namun pada realitasnya masih banyak anak-anak Indonesia belum dapat menikmati pendidikan terutama anak-anak Indonesia yang berada di pelosok tanah air. Pemerintah harus menemukan cara yang strategis untuk bisa segera menjangkau mereka.
Kedua, kurikulum sekolah nasional, Ini juga harus menjadi prioritas kedua dari pemerintah untuk menetapkan kurikulum nasional yang baku guna menghasilkan anak didik yang berkualitas. Bangunan sekolah yang memadai tanpa kurikulum sekolah nasional yang baik maka itu juga bisa menjadikan pendidikan nasional pincang. Oleh karena itu, pemerintah juga khususnya menteri terkait harus segera mengodok dan menetapkan kurikulum standard dalam pendidikan nasional. Â Dengan acuan kurikulumnya sederhana tetapi mampu menggali dan menciptakan anak didik yang punya karakter (character), percaya diri (confidence) dan skill atau kecakapan dalam bidang yang diminati, sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia yang mumpuni dimasa mendatang.
Yang terakhir adalah sumber daya guru juga harus menjadi perhatian bagi pemerintah. Pemerintah harus menyelaraskan antara bangunan sekolah, anak didik secara nasional dan jumlah guru. Untuk itu harus diadakan mapping terhadap jumlah sekolah yang memadai, jumlah guru dan jumlah anak didik secara nasional. Dengan adanya sinergis antara ketiganya maka kesejahteraan guru mulai bisa ditingkatkan dan jumlah guru honorer bisa dikurangi. Kesejahteraan guru ini sangat berpengaruh dalam kesuksesan pendidikan nasional. Pengajar yang berkualitas akan memiliki kemungkinan untuk menghasilkan anak didik yang berkualitas. Â Jadi ketiganya sangat perlu untuk diperhatikan untuk bisa mewujudkan kesuksesan pendidikan nasional untuk kedepannya.
Berdasarkan tiga komponen yang telah diuraikan diatas, ternyata tema yang diusung Kemdikbud-RISTEK masih relevan untuk kondisi pendidikan nasional kita saat ini, dimana sangat bertolak belakang dengan usia pendidikan kita yang sangat matang yakni berusia 62 tahun, yang seharusnya tema itu tidak relevan lagi bila dilihat dari usia pendidikan nasional kita. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menuntaskan masalah-masalah yang ada dan mewujudkan tema yang di usung kemendikbud-RISTEK Â di hardiknas 2021 ini. Â Dengan harapan pendidikan Indonesia bisa semaju pendidikan di negara-negara maju dan dilirik oleh negara-negara lainnya dan tema hardiknas 2021 tidak diusung lagi ditahun-tahun berikutnya. PTPH