Belajar dari tragedi Nanggala 402 dan teggelamnya beberapa kapal komersil Indonesi di laut dalam menjadi salah satu kesulitan bagi pemerintah untuk bisa menyelamatkan korban dalam mendeteksi korban pesawat ataupun kapal yang tengelam. Misalnya dalam kasus terbaru Nanggala 402, bangkai dari kapal selam Nanggala yang tengelam pada kedalaman 838 meter didasar laut. Namun dalam kasus ini team penyelamat masih bisa menemukan bangkai kapal yang terbelah tiga. Namun banyak kasus yang tengelam di laut dalam tidak dapat ditemukan, misalnya tragedi pesawat Adam air pada Januari 2007 di perairan majene, Sulawesi barat. Pesawat ini diperkirakan tengelam di kedalaman laut 2000 meter. Â Hal ini karena keterbatasan alat sonar sehingga bangkainya tidak dapat ditemukan.
Dengan demikian, mengambil hikmah dari tragedi-tragedi yang terjadi di Indonesia, penulis berpikir pemerintah Indonesia harus sudah mulai memikirkan alat maritim yang canggih seperti alat sonar yang memiki daya jangkau setara dengan laut paling dalam di Indonesia. Sehingga bila ada tragedi yang sama disekitar laut dalam, pemerintah Indonesia tidak kewalahan lagi untuk mendeteksi kapal atau pesawat di perairan Indonesia. Dan ini juga harus menjadi perhatian kementrian terkait dan pemerintah Indonesia disamping alat-alat maririm yang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan skala proriotas. Namun, penulis melihat bahwa alat sonar ini mungkin bisa dimasukkan dalam skala prioritas. Ini mejnadi sangat lazim untuk segera disiapkan mengingat negara Indonesia sebagai negara maritim.
Hal yang lebih strategis dan jangka panjang pemerintah harus juga memikirkan riset dibidang maritim yang sifatnya lebih strategis. Ini sangat baik untuk pengembangan alat maritim, tidak hanya sonar pastinya tetapi juga alat maritim yang lainnya, guna keefektifan dalam menjaga wilayah maritim Indonesia. PTPHÂ