Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Awas, Ada Pengawas

16 Februari 2010   15:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:54 131 0
Kalau harus sesuai dengan kehendak permendiknas-permendiknas yang telah terbit sampai saat ini, maka terasa banget aroma menyengat dari tuntutan berkinerja ideal bagi guru-guru. Siapakah yang mengawasi?

Selain kepala sekolah masih ada unsur Pengawas Dinas Pendidikan atau Depag melakukan supervisi sesuai dengan Standar Pengawas Sekolah/Madrasah seperti tercantum lengkap dalam Permendiknas Nomor 12/2007 tanggal 28 Maret 2007?

Walau tidak pernah sedetikpun saya meragukan kemampuan mereka, tetapi akan setarakah kinerja mereka dengan kapasitasnya sebagai sosok yang lebih ketimbang guru?

Pertanyaan ini memang tidak bisa dihindari dan perlu dikaji. Sebab, setiap Pengawas harus memenuhi kompetensi yang berjumlah 6 (enam) dimensi, yaitu: Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Supervisi Manajerial, Kompetensi Supervisi Akademik, Kompetensi Evaluasi Pendidikan, Kompetensi Penelitian Pengembangan, dan Kompetensi Sosial. Ke-enam dimensi kompetensi tersebut masih dijabarkan lagi menjadi lebih rinci, dan mengandung banyak kalimat yang dimulai dengan kata membimbing guru, di samping kata-kata membina, mendorong, dan memotivasi.

Dari nukilan kata-kata tersebut, jika disimak baik makna eksplisit maupun implisit, implementasinya sungguh-sungguh mendudukkan yang terhormat beliau para Pengawas pada posisi di atas, sedang para guru di bawah.

Dan logika terbaliknya adalah memberi kedudukan guru sebagai sosok yang masih harus terus-terusan dibimbing, dibina, didorong, dan dimotivasi. Ini juga sekaligus membuktikan betapa khawatirnya Pemerintah atas kualitas para guru ketimbang para Pengawasnya, meskipun dalam UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen para guru telah resmi diproklamirkan sebagai pendidik profesional, tertulis di Pasal 1 ayat (1), dan Pasal 2 ayat (1), serta di ayat (2).

Tetapi kekhawatiran atas kualitas guru tersebut boleh juga dikatakan sebagai sudah pada tempatnya. Sebab, guru memang tidak pernah sebanding dengan Pengawasnya, mengingat para kepala sekolah saja masih di bawah para Pengawas itu. Dan jalan panjang harus ditempuh mereka sebelum memulai tugasnya.

Mereka mesti berasal dari kepala sekolah minimum selama 4 (tahun), atau guru bersertifikat pendidik dengan pengalaman kerja minimum 8 (delapan) tahun. Sayang, syarat memiliki pendidikan minimum magister (S2) kependidikan dalam Permendiknas 12/2007 tersebut belum diterapkan untuk kualifikasi Pengawas TK/RA dan SD/MI.

Untuk itu, dengan menilik pengalaman perjalanan mereka menuju kursi Pengawas, sudah pasti dapat digambarkan betapa tinggi ilmu mereka dan betapa besar kompetensi yang akan digunakan untuk menajamkan ujung tombak pendidikan.

Setidak-tidaknya, kalau pun ada, yang masih menjadi kekurangan mereka hanyalah masalah membagi waktu dalam melakukan visitasi ke sekolah-sekolah/madrasah-madrasah, sehingga selalu terkesan terlalu singkat dalam setiap kegiatan supervisi mereka.

Bukankah supervisi manajerial dan supervisi akademik oleh Pengawas tidak cukup dengan wawancara singkat kemudian mengisi penuh instrumen supervisi? Bukankah seyogianya Pengawas datang sebelum jam pertama, dan menyelesaikan supervisinya setelah bel pulang?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun