Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

PAIKEM, Secantik I2m3-kah Dirimu

21 Desember 2009   01:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:51 477 0
Akhir-akhir ini saya lihat cukup ramai guru dan calon guru yang meng-klik ihwal PAIKEM, dan ini cukup punya kekuatan untuk menggerakkan tangan saya memposting ihwalnya.

Ampun pemerintah, kalian sungguh peduli terhadap si Paikem ini, sehingga fenomena ini membuat bersemangat sekali para guru dan calon guru berburu infonya.

Bukankah ini jadi mengingatkan kita pada beberapa tahun yang silam, di mana masih kental kebiasaan guru mengajar dengan D3CH (duduk, dengar, diam, catat, hafalkan). Pemerintah pun mencoba membasminya dengan metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang pelaksanaannya dimulai dari sekolah-sekolah dasar.

Kemudian, pemerintah mengharapkan metode CBSA itu diminati oleh guru se Indonesia. Tetapi entah kenapa dan salah siapa, kenyataannya sekarang banyak guru kembali melakukan proses belajar-mengajar seperti biasanya. Dan seakan-akan belum pernah mendengar adanya pendekatan CBSA.

Sampai kemudian muncul dan giat dikembangkan pendekatan PAKEM di era Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004) yang berapa saat kemudian dimantapkan lagi menjadi PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan).

Secara normatif pemerintah menuliskan pendekatan dalam proses pembelajaran itu di PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikanm Pasal 19 ayat(1), yang oleh I Nyoman Degeng disebut sebagai i2m3 (interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi)

Penjabaran lengkap i2m3 ini ada di Permendiknas 41/2007 tentang Standar Proses.

Meskipun cukup panjang waktu untuk mengenalkan dan memraktikkan PAIKEM dan i2m3 sampai menjelang dihadirkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ke semua sekolah/madrasah, tetapi belum banyak yang mengatakan, bahwa PAIKEM dan i2m3 mampu menghasilkan perubahan nyata di ruang-ruang kelas hingga kini.

Sebab, jika para guru berhasil menerapkannya teori PAIKEM dan I2M3-nya, maka sekolah akan betul-betul menjadi zona nyaman bagi anak-anak. Pada aspek sikap, anak-anak akan menjadi dinamis, demokratis, aktif, kolaboratif, dan ceria. Sekolah bagi anak-anak tidak boleh menjadi tempat yang menjemukan, apalagi menakutkan, tetapi mencerdaskan secara komprehensif.

Kenyataannya, beberapa kali terjadi peristiwa buruk di sekolah, bahkan ada yang mengindikasikan pelanggaran HAM. Ini menunjukkan bahwa interaksi antara guru dengan siswa tidak berjalan seperti dikehendaki oleh si cantik PAIKEM dan i2m3.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun