Namun, disukai atau tidak, matematika dapat tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai Matematika Murni. Atau, matematika juga melayani kebutuhan sains dalam pengembangan dan operasionalnya, disebut Matematika Terapan.
Lalu, matematika itu apa? Seorang matematikawan Abraham S Luckins (dalam Herman Hudoyo, Kapita Selekta, 2005) menyatakan: “Apakah matematika itu, dapat dijawab secara berbeda bergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, di mana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa saja yang dipandang sebagai termasuk dalam metematika” Ada lagi yang mendefinisikan matematika secara cerdik:”Matematika adalah suatu pengetahuan, dan jika kita memilikinya, sebenarnya kita tidak mengetahui apa yang kita bicarakan atau tidak mengetahui apakah yang kita bicarakan itu benar” (Bertrand Russell, Pustaka Ilmu, 1981)
Penulis tidak akan memperpanjang pembahasan atas definisi matematika sebagaimana dinyatakan di atas, sebab apa pun definisinya, dalam kenyataannya matematika sudah dan akan terus digunakan orang. Tetapi, cukup menarik apabila wacana dikotomi Matematika Murni dan Matematika Terapan diungkapkan barang sekilas.
Matematika murni adalah matematika yang tidak memikirkan tujuan praktisnya sama sekali. Sepertinya kalau ia mempelajari bilangan, maka ia tidak menghubungkannya dengan banyaknya bunga adenium yang dimiliki, atau kalau mempelajari bentuk, ia tidak menghubungkannya dengan sebuah pot bunga. Matematika murni melepaskan dirinya dari keseharian kita, sehingga ketika guru menghadirkannya di dalam kelas, untuk mereka seusia siswa sekolah jelas tidak mudah tertarik. Apalagi disiplin berpikir sangat mutlak dalam memecahkan masalah matematika. Yaitu, abstraksi dan pembuktian.
Bagi para ahli Matematika Murni, satu-satunya yang mereka inginkan adalah meluaskan batas-batas pengetahuan matematika manusia. Orang-orang ini tidak mempedulikan penerapan penelitian mereka dalam kehidupan sehari-hari, karena mereka memandang karya mereka sebagai seni, dan mengukur nilainya menurut kecemerlangan dan keindahan logikanya serta kerapian penalarannya. Aktivitasnya dalam matematika abstrak merupakan kekuatan untuk membuktikan abstraksi, generalisasi dan spesialisasi. Matematika menjadi estetik, menjadi matematika demi matematika. Sampai-sampai Albers (dalam Herman Hudoyo, Kapita Selekta, 2005) secara emosional manyatakan, bahwa Matematika Murni adalah baik, dan Matematika Terapan adalah jelek.
Namun sepengetahuan penulis, sebenarnya tidak pernah terjadi kesepakatan bulat atas pernyataan Albers tersebut. Memasuki abad ke-21, terdapat perubahan sikap yang menunjukkan dan mengakui, bahwa Matematika Terapan yang benar adalah juga sebagai seni. Sebab, Matematika Terapan melibatkan pilihan yang harus dibuat berdasarkan pengalaman, intuisi, bahkan inspirasi, yang notabene hal ini merupakan kriteria sebuah hasil seni yang berkualitas (Herman Hudoyo, Kapita Selekta, 2005)
Dengan demikian mudah dikatakan, bahwa dalam matematika terdapat kedua-duanya, yaitu baik seni maupun sains. Sayang, ketika di depan kelas keduanya sangat sulit dimunculkan berbarengan dalam situasi menyenangkan.
Matematika Terapan jarang sekali diampu oleh para guru. Padahal ia seakan membawa Matematika Murni turun dari menara gadingnya. Guru-guru matematika yang hebat, praktisi pembelajaran kontekstual (CTL), akan mampu merumuskan masalah keseharian dan realita kehidupan ke dalam bahasa matematika. Seringkali apa yang merupakan persamaan murni, di tangan mereka berubah menjadi jadwal industri, daftar statistic, atau ramalan pemilu, sehingga siswa menjadi tertarik dan ujung-ujungnya senang.
Oleh karena itu, sukailah matematika, baik yang murni atau terapan.