Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

“Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga!”

1 Februari 2014   04:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 1475 0
“Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga!”

Tiga frase yang dahsyat sekali jika kita bisa melaluinya. Kalau tidak salah, saya pertama kali membaca kalimat ini di kaos Joger Jelek - si pabrik kata-kata di Bali.

Kalau boleh saya ubah sedikit redaksinya menjadi, "Muda foya foya, tua kaya raya, mati khusnul khotimah", mungkin akan lebih enak didengar.
Saya pernah bertanya pada seorang ustadz – “Ada nggak ya pak ustadz manusia yang sekti seperti yang digambarkan tiga frase tersebut, "Muda foya foya, tua kaya raya, mati khusnul khotimah" ?”

Kata pak ustadz tidak mungkin, akhir hidup seorang hamba Allah itu mencerminkan kehidupannya selama didunia. Artinya jika hidup didunia penuh foya-foya, jauh dari ibadah, jauh dari Allah, pasti matinya nggak jauh beda sama kehidupan yang dilaluinya, yaitu jauh dari Allah, jauh dari khusnul khotimah.
Tapi jika hidupnya penuh dengan ibadah kepada Allah maka Insyaallah akhir hayatnya pun akan selalu dalam rahmat dan lindungan Allah. (Oh, gitu yah....)

----------
Almarhum Prof. Mr Kasman Singodimejo, pernah berkata: “Dalam Islam itu yang penting matinya khusnul khatimah. Hidupnya sebelumnya bejat, nggak jadi soal. Yang penting matinya khusnul khatimah. Tapi masalahnya, tahukah saudara, kapan saudara akan mati?".
Yup bener juga, kita nggak tahu kapan kita mati.

Tapi saya masih penasaran dengan 3 frase tersebut, masa nggak ada sih disekian juta manusia – Allah menunjukkan kebesarannya ke satu-dua manusia pilihan yang bener-bener merasakan nikmat hidayah Allah di akhir hayatnya?

Saya jadi ingat dengan satu nama, Bangun Sugito Tukiman, pria yang lahir di Biak Papua 1 November 1947 – yang kita kenal dengan Gito Rollies. Beliau meninggal pada tanggal 28 Febuari 2008 diusianya yang ke 60.

Bangun Sugito Tukiman, adalah salah satu nama dari sekian juta penduduk negeri ini yang terhipnotis oleh musik rock (barat). Figur The Rolling Stones, dengan lead vocal-nya Mick Jagger, menjadi idolanya sejak remaja.

Sejak remaja Bangun Sugito tinggal di Bandung, terkenal sangat berandal. Aksi nekatnya tercatat di tahun 1967, yang memembuat kota Bandung gempar, saat itu ketika dirinya yang mendapat cap “Siswa Bengal” ternyata termasuk salah satu siswa yang lulus dari SMA-nya. Maklum Daftar kenakalannya lebih panjang dari daftar absen murid dikelasnya, sehingga ia tak yakin jika namanya akan tertulis di papan pengumuman kelulusan.

Kesukacitaan atas kelulusannya dilampiaskan dengan gaya ala rocker, dengan melakukan aksi tanpa busana sambil naik sepeda motor mengelilingi kota kembang (tempointeraktif.com).

Saat dia berkibar dengan grup musiknya The Rollies, dia hidup bergelimang harta dan ketenaran, kehidupan mudanya penuh dengan hura-hura. Bahkan pernah dia mengatakan disuatu interview, “Tiap Jumat siang kami berangkat ke daerah Puncak Bogor untuk pesta miras dan narkoba”.

Tapi siapa yang menyangka, di tahun 1995, atau tepatnya setelah 10 November 1995, Si Rocker satu ini baru benar-benar berhenti mengkonsumsi drugs dan alkohol, setelah mengalami sebuah peristiwa yang memembuatnya shock lahir batin.

Ceritanya, sepulang dari konser Hari Pahlawan di Surabaya, di bawah pengaruh narkoba, Gito Rollies selama tiga hari mengalami ‘fly berat’ akibat ngedrugsnya. Dia tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, selama tiga hari itu antara sadar dan tidak sadar dia tersiksa dan dia merasakan semua kelakuannya di masa lalu seperti diputar di depan matanya. “Saya takut sekali,” ujarnya seperti diungkapkan kepada koran Tempo.

Perubahan yang terjadi pada sosok Gito Rollies sedemikian dahsyatnya. Dunia hiburan Indonesia, tak percaya - seorang Rocker yang bisa berubah menjadi “ustadz” dan berdakwah kepada teman-teman seprofesinya.

Gito Rollies meninggal saat sedang berdakwah. Beliau meninggal akibat penyakit kanker getah bening. Luar biasa, penyakit kanker getah bening yang terus menggerogoti tubuhnya tidak menyurutkan semangat dakwahnya.

"Muda foya foya, tua kaya raya, mati khusnul khotimah". Mungkin pas untuk menggambarkan kehidupan seorang Bangun Sugito ini. Aamiin.

------------
Kematian adalah misteri illahi, tidak ada yang tahu kapan kita mati. Lain cerita jika usia kita sudah tua, tanda-tanda kematian kadang sudah diperlihatkan oleh Allah.

Sebagian Para Nabi berkata kepada Malaikat pencabut Nyawa. “Tidakkah Kau memberikan Aba-aba atau peringatan kepada Manusia bahwa kau datang sebagai malaikat pencabut nyawa sehingga mereka akan lebih hati-hati?”

Malaikat itu menjawab. “Demi Allah, aku sudah memberikan aba-aba dan tanda-tandamu yang sangat banyak berupa penyakit, uban, kurang pendengaran, penglihatan mulai tidak jelas. Semua itu adalah peringatan bahwa sebentar lagi aku akan menjemputnya. Apabila setelah datang aba-aba tadi ia tidak segera bertobat dan tidak mempersiapkan bekal yang cukup, maka aku akan serukan kepadanya ketika aku cabut nyawanya: “Bukan kah aku telah memberimu banyak aba-aba dan peringatan bahwa aku sebentar lagi akan datang? Ketahuilah, aku adalah peringatan terakhir, setelah ini tidak akan datang peringatan lainnya “ (HR imam qurthubi)

--------
Diusia kita yang terus berkurang, jika boleh meminta – semoga Allah mematikan kita dengan khusnul khotimah. Menghadapi sakratul maut adalah menghadapi nyeri dan rasa sakit yang sangat luar biasa dahsyatnya. Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002), skala nyeri divisualkan dengan angka dari 0 sampai dengan 10, dimana nilai 0 adalah tidak nyeri, dan nilai 10 adalah nyeri yang amat sangat – yang mana si pasien ini sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, hanya diam tiada berkata bahkan bergerak karena nyerinya – mungkin sakratul maut terletak di angka 1.000.000 ! Wallahua’lam.

Saya jadi teringat, ada ayahanda dari seorang teman, yang meninggal di saat sholat, Subhanallah mungkin beliau tidak merasakan nyeri sakratul maut yang kita tidak bisa ukur tingkat nyerinya tadi. Ada kisah tentang sahabat nabi, sahabat Ali bin Abi Thalib, ketika itu beliau terkena anak panah yang menembus tubuhnya. Ketika anak panah tersebut mau dicabut oleh sahabat lainnya, beliau meminta – cabutlah ketika aku sholat. Kemudian Ali mendirikan sholat sunah dengan khusuknya, maka dicabutlah anak panah tersebut. Ketika selesai dari shalatnya, sayyidina Ali bertanya kepada para sahabat, - ”Sudahkan kalian cabut anak panah tersebut?” - Dan para sahabat menjawabnya, “sudah.” Sedemikian shalatnya Sayyidina Ali bin Abi Thalib, hingga tembusan anak panah pun tidak dirasakan menyakitkan dan bahkan beliau bisa menyelesaikan sholat sunahnya.

Indah rasanya mengenang kembali kisah beliau beliau diatas. Hidayah dan rahmat Allah yang diberikan pada manusia manusia pilihanNya.

Bulan bonus yang Allah berikan kepada manusia baru saja kita lewati. Satu bulan yang penuh dengan ampunan telah berlalu, seberapa besar keberhasilan kita dalam puasa kemarin, seberapa besar keberhasilan kita meminta ampun kemarin? Kita tidak tahu apakah tahun depan kita masih bisa bertemu dengan bulan Ramadhan ini.

Semoga Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu Ramadhan tahun depan. Akhir kata, selamat idul fitri, mohon maaf lahir bathin, Taqaballahu minna wa minkum.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun