Kalau bukan karena amanah yang terpaksa, takkan Hanifah menginjakkan kaki di kota ini. Delapan jam duduk dalam pesawat berpendingin membuatnya mual, seperti ada yang menyodok ulu hatinya dari dalam. Ubun-ubunnya macam ditimpa beban sekarung, terasa berat. Pening kepalanya bertambah saat tiga orang berbeda yang ditanyainya soal alamat, menjelaskan dengan bahasa Inggris yang kacau.
KEMBALI KE ARTIKEL