Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan kebudayaan dan keberagaman, termasuk suku, bahasa, dan ras. Ras Tionghoa merupakan salah satu ras yang hidup dan berkembang dalam corak keberagaman Indonesia. Masuknya budaya Tionghoa menjadi salah satu titik perubahan akan persepsi masyarakat Indonesia dalam menghadapi perbedaan.Â
Meskipun berstatus sebagai Warga Negara Indonesia, namun tentunya ada beberapa perbedaan yang dialami oleh masyarakat Tionghoa. Berbagai kebijakan dan perundang-undangan pun ditetapkan oleh pemerintah untuk menekan adanya perbedaan tersebut.Â
Seiring berjalannya waktu, kehidupan masyarakat Tionghoa pun dapat selaras dengan masyarakat asli. Merry (2020) mengatakan bahwa budaya Tionghoa mampu bersatu padu dan membaur dalam keunikan corak keberagaman Indonesia. Meskipun memiliki ras yang berbeda, namun masyarakat Tionghoa juga masyarakat Indonesia, seperti yang tertulis dalam sila Pancasila ke-3 yakni Persatuan Indonesia.
Hadirnya keberagaman baru menandakan adanya kebudayaan baru yang hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Budaya Tionghoa tentu memiliki kebudayaan dan keberagamannya sendiri, yang tidak sama dengan kebudayaan asli Indonesia. Bagi orang Tionghoa sikap hidup kekeluargaan yang kuat dan tradisi yang mendarah daging dalam mengejar keberuntungan dan kemakmuran menjadi modal untuk bisa bertahan hidup di rantau (Nugraha, 2008:107).Â
Salah satu budaya Tionghoa yang terkenal adalah tradisi Cap Go Meh. Tradisi ini berkaitan dengan perayaan Tahun Baru China atau Imlek, karena dirayakan tepat 15 hari setelah hari Imlek berlangsung. Perayaan Cap Go Meh dirayakan untuk menghormati Dewa Yi, yang dianggap sebagai dewa tertinggi di langit saat masa pemerintahan Dinasti Han (206 SM – 221 M).Â
Perayaan Cap Go Meh merupakan simbol yang diyakini untuk melepaskan nasib buruk yang sedang dialami, dan menyambut nasib baik yang akan datang. Dalam pelaksanaannya, tradisi Cap Go Meh di Indonesia memiliki budaya yang sudah beradaptasi dengan budaya Indonesia.