dimana jejalan meninggalkan jejak tak ku pijak
warta angin menggores awanawan
pada kesejukan yang entah dari mana datangnya...
mungkin hadir dari sajak jamak yang menjelma
mungkin dari mustika entah yang keberapa
mungkin dari kincirkincir yang bercengkerama dengan angin
mungkin juga dari bilah bambu yang menjembatani dua kota
//
pijarpijar mata tersembunyi...
meraup tatapku tanpa rasa
basah... basah....
ruamruam di sekujur telapak kaki
memuja letih-perih
senandung lapaklapak pinggir kota
diiringi gesekan ilalang kering
//
canggung...
kusentuh dinding batu, gua
di tepi hutan mewilis, alamku(mu)(entah)
senyumku tetap memutar jentera hidup
rindu berkecipak meganak sungai
membelah belantara
//
sengaja, aku berkunjung ke kotamu
dimana anakanak kecil tanpa dosa menyambutku
dengan polosnya bercerita tentang ini itu
tentang bunga, mustika, dan jembatan bambu
kotamu, penuh sajak jamak yang kau wariskan padaku
//
kotamu...
mengajariku untuk selalu mengerti
kita tak perlu khawatir tentang masa depan
Ia telah merencanakan semua dengan sempurna
sakit atau bahagia
//
senyumku
menyambut kesejukan
dan pasrah atasNya
cintaku untukNya
menjadi jembatan
tanpa pedih
: wallahuallam
tpr,091013,cswb