Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Bertandang ke Negeri Seribu Danau, Menggapai atap Indochina

7 Juli 2013   20:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:52 351 4

Negeri ini sangat menghormati presiden pertama Republik Indonesia Ir.Soekarno, karena sikapnya yang sangat menentang Imperialisme modern.Saat kami tiba di Hanoi seorang Vietnam menyapa kami dan menanyakan asal kami, kami jawab Indonesia.dia langsung menyahut I Love Indonesia, Soekarno!!

Vietnam, negeri yang sempat porak poranda akibat peperangan yang amat panjang kini sedikit mulai menunjukan taringnya di dunia Internasional, Tim nasional sepakbolanya kini mulai diwaspadai di kawasan ASEAN, Ekonominya membaik, dan beberapa tempat wisatanya mulai diunggulkan. Kami tim pendaki Indonesia Women Expedition 2013 yang di gagas KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta berjumlah 4 orang yaitu Ulfa Maryana (23), Andra Winaningtyas raras (21), Nurhidayati (21), Muthia Devita (21) mendapatkan kesempatan mengunjunginya dalam rangka pendakian “atap Indochina” Mt. Fansipan 3143 Mdpl sekaligus memotret secara langsung bentang alam beserta kehidupan masyarakatnya.

Indonesia Women Expedition 2013 merupakan kegiatan yang di adakan oleh KMPA Eka Citra Universitas Negeri Jakarta dalam rangka mengangkat kembali peran perempuan dalam dunia pendakian sekaligus mengajak masyarakat untuk menggunakan energy alternative yaitu penggunaan energy solar system. Kampanye tersebut kami lakukan di Gunung Gede pada tanggal 21 April 2013 mengajak masyarakat dan pendaki untuk menggunakan energy alternative selain itu kami juga melakukan penanaman pohon di kawasan Gunung Gede bersama pendaki-pendaki lain. Puncak dari kegiatan Indonesia Women Expedition 2013 adalah pendakian ke Mt.Fansipan, Vietnam yang dilakukan pada tanggal 20 – 26 Juni 2013.

Dengan sedikit rasa kekhawatiran - karena seluruh tim adalah perempuan - kami sambangi Vietnam, Negara yang sedang bertransformasi dari Negara komunis yang konservatif menuju persaingan global. Kami tiba di Hanoi setelah melewati perjalanan yang panjang dari Jakarta menggunakan pesawat Malaysian Airlanes dan berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 20 Juni 2013 pukul 9.40 Wib dan tiba di Hanoi Pukul 16.10 waktu setempat, Kami pun langsung di sambut oleh staff KBRI Hanoi. Keesokan harinya, kami mempresentasikan tujuan kami di hadapan staff-staff KBRI Hanoi, seharian kami melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta malam dari Hanoi menuju Lao Chai, dan di stasiun Lao Chai Kami di jemput oleh tour agent menuju desa Sa Pa.

Pihak KBRI tidak banyak yang mengetahui mengenai gunung yang akan kita daki yaitu gunung Fansipan yang merupakan puncak tertinggi di kawasan Indochina dengan ketinggian 3143 Mdpl dan masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Hoang Lien Son. Kekhawatiran semakin menebal ketika kami mendapatkan Informasi bahwa desa Sa Pa (disana tertulis Sa Pa) – yang merupakan titik awal pendakian – merupakan daerah yang masih primitif dan masih banyak kejahatan seksual. Mr. Trong, manager tour agent pendakian gunung fansipan dari desa Sa Pa menampik hal tersebut dan menyatakan bahwa Sa Pa merupakan desa modern yang sudah menjadi kawasan pariwisata terpadu dan kami tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut karena dia akan menjamin keselamatan kami.

Gunung Fansipan termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Hoang Lien Son, terletak sebelah barat tenggara Vietnam dan berbatasan langsung dengan China. Kawasan ini di nobatkan menjadi Asean Heritage Garden oleh ASEAN karena keanekaragaman hayatinya yang khas monsun sub-tropisasia, berbagai flora dan fauna endemik terdapat di kawasan hutan ini. Akses pendakian ke Gunung Fansipan di buka sepanjang tahun dan waktu terbaik untuk pendakian sekitar bulan maret dan Oktober-November, di bulan-bulan tertentu seperti bulan Januari kawasan ini sering mendapatkan hujan salju dan es. Pendakian umumnya dilakukan melalui jalur tram ton desa Sa Pa, dan disana kita di tunggu oleh Mr. Trong.

“Selamat datang di Sa Pa” sambutnya dengan hangat, sebelum melakukan pendakian kami beristirahat sejenak di base camp sambil sedikit berbincang-bincang mengenai kondisi masyarakat setempat. Di sela-sela obrolan Mr. Trong menyatakan bahwa kami adalah tim pendaki perempuan pertama dari Indonesia yang akan mencapai puncak tertinggi di kawasan Indochina.

Dunia pendakian di Indonesia sendiri sedang mengalami perkembangan yang sangat baik, ditandai semakin banyaknya peminat kegiatan ini di masyarakat. Hal tersebut di picu oleh keberhasilan pemuda-pemuda Indonesia mencapai puncak-puncak tertinggi di dunia, Seperti yang dilakukan oleh Mahitala UNPAR (Universitas Parahyangan) dan WANADRI. Prestasi Para pendaki perempuan Indonesia pun tak kalah menterang, sejak era-90an perempuan – perempuan Indonesia mampu mengukir sejarah. Ada Aryati (ya nama lengkap) yang sukses ke Puncak Annapurna IV dan clara yang mencapai Pucak Everest - walaupun beberapa kalangan menyangsikan itu - Terakhir yang masih segar di ingatan kita yaitu Ekspedisi 555, digagas sejak tahun 2011 yang akan mendaki gunung di 5 puncak, 5 benua dan kesemuanya berusia di atas 50 tahun. Luar Biasa!

Tak lama kami beristirahat, Mr.trong langsung menyiapkan berbagai hal untuk pendakian, kami pun bersiap-siap.dari kantor tour agent kami diantar menuju titik awal pendakian menggunakan minibus sekitar setengan jam perjalanan dari sapa, kemudian kamimenyusuri jalanan batu yang tertata rapih sampai di ujung jalan mulailah jalan tanah setapak.Pemandangan jajaran puncak-puncak gunung menjulang tinggi terpampang sejauh mata memandang entah sebelah mana puncak fansipan berada, kami hanya terus berjalan melewati jalan setapak dengan vegetasi yang tidak terlalu rapat. Sesekali kami melintasi sungai-sungai kecil dan menyusurinya.

Kami mulai pendakian pada hari minggu 22 juni pukul 9.40 waktu setempat, dari Tram Ton pada ketinggian 1800 Mdpl dan di temani oleh 1 tour  guide yang sekaligus menjadi porter dan 1 porter yang membawa beberapa barang-barang kebutuhan kami dengan sebuah tempat yang terbuat dari anyaman rotan, komunikasi menjadi kendala serius bagi kami karena mereka tidak mahir dalam berbahasa asing dan hanya sesekali saja mereka ucapkan selebihnya menggunakan bahasa Universal yaitu bahasa tubuh. Cuaca yang cerah memudahkan kami, medan yang terjal dan berbatu kami lewati sesekali beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan sekitar. Dari kejauhan terlihat jajaran pegunungan china membentang seakan tak ada ujungnya.

Medan menanjak mulai bervariasi bahkan ada yang sampai 90O sehingga harus di bantu dengan tangga besi yang sudah terpasang, didepan terlihat lekukan punggungan yang dengan jalan setapak sangat panjang dan berliku. Batas-batas yang terbuat dari beton menunjukan bahwa kita tidak boleh melewatinya karena jurang-jurang menganga di sisi kanan kiri kami. Bunga-bunga yang mekar dan pemandangan puncak-puncak yang menjulang di sepanjang perjalanan mengobati rasa lelah kami. Beberapa kali kami menemui sebuah pondokan yang terbuat dari bambu dan beratap terpal yang merupakan tempat para pendaki bermalam dan menurut tour guide kami juga akan bermalam di di sebuah pondokan di ketinggian 2800 mdpl.

Vegetasi yang mulai rapat dengan pohon-pohon besar khas hutan tropis menandakan ketinggian mulai bertambah, dari GPS terlihat sudah menunjukan ketinggian 2300 mdpl. Medan terjal masih menjadi tantangan yang kami lalui, kabut mulai turun menutupi gagahnya puncak-puncak yang menjulang. Terlihat dari kejauhan atap sebuah pondokan dan jejeran tenda berbaris rapih, ya itulah pos II yang akan kita jadikan camp kami malam ini di ketinggian 2800 mdpl. Langsung saja menambah semangat kami yang sudah mulai sedikit turun karena kelelahan. Setelah sampai kita langsung beristirahat sejenak sambil di suguhi beberapa makanan dari porter kami.

Kami beristirahat di sebuah pondokan yang berbentuk segitiga memanjang, pilar-pilar terbuat dari pohon bambu dan atapnya dari terpal, didalamya terdapat panggung yang terbuat dari kayu untuk tempat tidur. Karena banyak pendaki lain yang akan memakai tempat tersebut akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda yang akan kita jadikan tempat bermalam.

Ada yang menarik di camp II di ketinggian 2800 mdpl. yaitu banyaknya orang yang menggunakan baju dan ikat kepala berwarna hitam, tak sungkan mereka menjajakan air mineral kepada kami. Ya, itulah suku Hmong Hitam, masyarakat pegunungan yang menjadikan gunung sebagai Dewa. Mereka hidup menetap di kawasan pegunungan dan mencari nafkah dengan berbagai profesi, di Sa Pa orang Hmong menjajakan barang-barang kerajinan khas. Sedangkan di pedalaman selain menjajakan minuman mereka masih banyak yang berprofesi sebagai petani.

Suku Hmong mempunyai ciri khas menggunakan ikat kepala dari kain, dari warnanya kita bisa melihat termasuk ke dalam kelompok mana orang tersebut karena Suku Hmong terbagi menjadi beberapa kelompok-kelompok yaitu Hmong Merah, Hijau, Hitam, Putih.Daerah pesebaran suku Hmong tersebar di beberapa kawasan pegunungan di China, Kamboja dan Vietnam.

Kabut menutup panorama alam layaknya tirai-tirai alam menutup hari ini, matahari pun beranjak dan langit mulai gelap. hawa dingin dan lembab mulai kami rasakan walaupun belum terlalu menusuk tulang cukup menjadi alasan kami untuk berteduh di dalam tenda sambil menikmati makan malam. Kami beristirahat dan tak sempat menikmati suasana malam.

Pagi-pagi tanggal 23 Juni 2013,  kami dibangunkan untuk bersiap-siap menuju puncak Fansipan, setelah bersiap-siap dan makan pagi kami berangkat tanpa membawa carier yang menempel seharian dipunggung kami kemarin. Praktis kami hanya membawa makanan secukupnya dan kamera. Kabut tebal mengiringi perjalanan kami ke puncak, medan yang berat kami lalui. dengan sedikit perjuangan akhirnya kami mencapai puncak fansipan, Puncak tertinggi di Indochina. Puncak Fansipan di tandai dengan tugu alumunium berbentuk segi tiga dan bertuliskan fansipan 3143 M diatasnya terdapat tanda bintang lambang Negara Vietnam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun