Salah tanggap pertama:
Kritik bukanlah serangan. Kritik adalah kupasan, telaah, studi tentang suatu objek, kemudian seorang yang sedang studi itu memuat opini, pendapat, atau teorinya atas objek itu.
Anggapan bahwa suatu kritik adalah serangan; sangat mengejutkan, karena seperti dilakukan oleh mereka yang tidak ber-edukasi dan sangat aneh, apalagi dilakukan oleh seseorang yang memiliki jenjang pendidikan tinggi seperti SBY.
Kata-kata: Tidak ada ruang !, benar-benar bertentangan dengan citra SBY sebagai demokrat tulen, malah meneguhkan citranya sebagai feodal yang telah diperkuat lagi oleh citra Ibas yang serba dapat keleluasaan bak Pangeran di kerajaan jaman dahulu . Atau kelengkapan suatu kerajaan yang memiliki sekelompok penjilat Raja.
Salah tanggap kedua:
SBY mencontohkan kejadian antara Jenderal Chrystal yang sedang bertugas di Afghanistan dengan Presiden Obama. Sebagai pembanding, sangatlah tidak tepat, karena substansi antara Chrystal dan Obama adalah soal penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Sudah banyak diketahui bahwa ada tarikan kepentingan besar antara lobi Yahudi yang pedagang senjata, pedagang narkoba ganja Afghanistan, lobi yang tidak suka dan selalu merongrong Obama, yang diwakili oleh Jenderal Chrystal yang menentang penarikan, berhadapan dengan Obama yang konsisten berusaha memenuhi janji kampanyenya tentang penarikan pasukan AS dari Irak dan Afghanistan. Ada nuansa pembangkangan Jenderal Chrystal yang berkomentar keras, maka Obama bereaksi dengan mengganti dan memulangkan Chrystal.
Tetapi kritikan dan opini Adjie justru mengingatkan SBY tentang janji kampanye SBY tentang pemberantasan korupsi yang telah berkali-kali dilanggar dan dilupakannya, bahkan disuburkan melalui praktek Partai Demokrat, remisi para koruptor, pembiaran pelemahan KPK, dan berbagai pembiaran lainnya di segala bidang. Tunduknya Presiden kepada pengusaha Bakrie atas kasus Lapindo dan pengusiran halus Sri Mulyani. Semua tindakan SBY yang mengecewakan rakyat.
Itulah salah tanggap kedua tentang ke-tidak relevan-an suatu contoh.
Salah tanggap ketiga
Sekali lagi SBY tidak memerankan dirinya sebagai Eksekutif yang baik dengan mengatakan "Bukan wewenang saya". padahal sebaiknya beliau menjawab langsung sebagai Presiden kepada rakyatnya, atau bahkan Panglima Tertinggi TNI kepada anakbuahnya.
Apa susahnya menjawab dengan santun sebagaimana cara menjawab ke Malaysia. Atau dengan bijak semacam: "Suara Saudara Adjie adalah suara kita semua, dan saya sedang berusaha keras mewujudkannya, dan tentunya membutuhkan perhatian dan dukungan rakyat seperti dicontohkan oleh Saudara Adjie. Untuk itu saya memberi penghargaan yang tinggi atas keprihatinan yang telah diekspresikan dengan lengkap dan sampai di hadapan rakyat sekalian. Inilah masalah kita bersama yaitu: Korupsi, Pemanfaatan kekayaan negeri untuk kemakmuran rakyat." Apa susahnya?
Kita sangat mengharapkan institusi Kepresidenan yang bermartabat dan dicintai rakyat.
Dalam Rumah Sehat Kompasiana ini alangkah baiknya kalau semua penghuni selalu mengedepankan substansi suatu tulisan dalam mendiskusikannya.
Sangat saya sayangkan seorang penulis senior kadangkala mengaburkan substansi dan karena keseniorannya telah membelokkan banyak kompasianer muda ke arah yang kurang membawa manfaat karena penuh dengan hal-hal atributif dan prosedural seperti etika militer, sapta marga, atau yang seperti kata SBY: tidak ada ruang . Hal-hal itu membawa kebuntuan menuju pencerahan nalar yang sangat dibutuhkan bagi kemajuan bangsa kita.
Adjie membawa pencerahan dengan kemampuannya mengartikulasikan pendapat rakyat banyak melalui media massa. Sementara 3 salah tanggap SBY telah menimbulkan kernyitan kening rakyat banyak.