Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Sri Ditukar Ical, SBY Memang Hebat

11 Mei 2010   02:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:17 412 0
Faisal Basri: Dwifungsi bentuk baru penguasa-pengusaha (baca:SBY-Ical) lebih 'bengis' daripada dwifungsi ABRI (baca:pak Harto). (Kompas, 10 Mei 2010, hal.15, Bahaya Terselubung dari Mundurnya Sri Mulyani).

Seno Gumira Ajidharma (penyair 'Negeri Para Bedebah'): Ada 3 mantan posisi yang terlarang untuk dipekerjakan di luar negeri karena mereka terkait rahasia negara: Menhan, Menkeu, Kepala BIN. (Democrazy, MetroTV, Minggu, 9 Mei 2010).

Sri Mulyani Indrawati: Pemimpin (baca: SBY) jangan korbankan anak buah (baca:SMI) ! (Pojok Kompas, 7 Mei 2010).

Bambang Soesatyo: "Golkar tanpa sadar masuk dalam jebakan. Golkar berpikir hebat ditunjuk sebagai ketua harian koalisi. Namun yang hebat adalah Presiden SBY karena dengan penunjukan itu membuat Golkar dihujat." Penunjukan itu merusak reputasi Golkar. (Kompas, 11 Mei 2010, hal 1, Sekretariat Bersama Jebakan bagi Golkar).

Hebatkah SBY ?

Dalam permainan catur, apabila situasi sedemikian mendesak, pasti akan terjadi pengorbanan-pengorbanan yang dalam perspektif praktis pemain catur memang harus dilakukan. Terbesar adalah pengorbanan Menteri/Ratu/Perdana Menteri/Star.

Menurut Sukardi Rinakit: Republik (ini) hanya butuh 4 menteri:Menko Polhukam, Menlu, Menkeu, Mendag (perdagangan), untuk membawa Indonesia optimistis ke depan. (Kompas, 11 Mei 2010, hal.15). Semua 4 pilar menteri saat ini adalah berkategori baik adanya, sehingga badai politik masih bisa kita lalui dengan selamat. Tetapi kepergian Sri sangat membahayakan apabila penggantinya tidak sekaliber dia.

Ketika Partai Demokrat all-out membela kasus bail-out Century dan terbukti gagal membendungnya, pilihan SBY untuk meneruskan pemerintahan hingga efektif sampai tahun 2014 adalah memperkuat dan mengefektifkan koalisi partai-partai. Sampai saat ini, sudah terbukti jalannya pemerintahan sejak terpilihnya SBY-Boediono sebagai Presiden dan Wapres 2009-2014, sangat dirongrong kewibawaannya yang berpuncak pada Pansus Century.

Lepas dari segala upaya penciptaan pemerintahan bersih melalui sosok Sri Mulyani dalam reformasi sektor vital Keuangan Negara, Perpajakan dan sektor makro-mikro ekonomi, ternyata ada begitu banyak badai dan pembocoran kapal yang bisa berpotensi menenggelamkan kapal republik ini.

Pada situasi kritis seperti ini, telur dan ayam-pun sedang diperdebatkan, etika pun sedang dikais-kais. Pujian dan hujatan membelahkan negeri ini. Situasi business as usual dipertunjukkan oleh SBY melalui rapat-rapat biasa, proses perayaan pemilihan Ketum Partai Demokrat. Tetapi mendadak ada hal penting terjadi terkait pengunduran diri Sri Mulyani dan pembentukan Sekber Partai Koalisi.

Apabila semua pihak bersedia mendinginkan kepala, hemat saya begini urutannya: Presiden-Wapres terpilih sudah, Menteri dipilih, DPR menilai kinerja setiap kebijakan Pemerintah termasuk pembelanjaannya. Pembangunan berjalan dan Rakyat akan tenang bekerja. Tetapi selalu ada faktor-faktor penghambat pembangunan saat ini: mulai kasus cicak-buaya, bail-out Century, Prita, Susno, mafia hukum, dsb,dsb.  Semua sepertinya mustahil diawali oleh Pemerintah. Pasti ada satu dua pihak yang memulai rentetan kasus ini, sehingga mau tidak mau menimbulkan aksi-reaksi berkepanjangan sampai magabatanga (mati semua). Kasus cicak-buaya menimbulkan nyanyian Susno dan markus. Kasus Century menimbulkan reaksi berupa Misbakhun. Terus dan terus. Balas membalas.

Dalam perspektif ini, dalam situasi air keruh paruh tahun ini, langkah penguatan Koalisi yang diprakarsai oleh SBY adalah strategi brilyan dan terpuji demi pembangunan bangsa secara keseluruhan dan berjangka panjang, tidak hanya jangka pendek sektor politik yang sedang memburuk. Memang hakikat sekretariat bersama adalah duduk bersamanya SBY bersama para pimpinan partai masing-masing untuk menyikapi ruh pembangunan bangsa.

Pertikaian elite antara Sri Mulyani dan Ical haruslah diselesaikan oleh SBY dengan baik karena antar keduanya tidak bisa berdamai sendiri. Perselisihan keduanya menjadi sasaran empuk mereka-mereka yang menginginkan kekacauan pemerintahan SBY. Baik barisan sakit hati, media-media yang mudah manas-manasi, maupun sekian pihak yang kurang berpikir jangka panjang demi kepentingan bangsa tetapi bersumbu pendek baik pandangan maupun ucapannya.

Setelah situasi mendingin dan mereda, barulah satu persatu proses hukum dan introspeksi internal partai-partai terkait di koalisi dilakukan.

Urusan Ical yang kemungkinan hanya berhasrat dalam mengulangi lagi sukses melipatgandakan keuntungan saham Bumi-nya sehingga akan merugikan trilyunan rupiah para pemegang sahamnya seperti terjadi tahun 2008, bisa diwaspadai nanti oleh SBY dan Menkeu baru. Karena terbukti Sri Mulyani mampu mencegah  SBY menuruti Ical agar negara menalangi trilyunan kerugian para investor saham Bumi (padahal Ical sudah mengantongi trilyunan keuntungan sebelumnya). Atau 'rewel'nya Sri Mulyani menagih tunggakan pajak trilyunan rupiah grup Bakrie harus diteruskan penagihannya oleh Menkeu baru.

Urusan Misbakhun yang diselesaikan secara hukum tanpa PKS kehilangan kewibawaan partainya.

Urusan pembersihan penegakan hukum di Kepolisian, Kejaksaan dan seluruh rencana reformasi jajarannya.

Semuanya hanya mungkin terlaksana apabila air mulai ditenangkan dan dijernihkan. Jangankan kasus-kasus terbaru, tumpukan hutang masalah di negara ini masih menggunung, baik masalah pelanggaran HAM serius 1998, maupun BLBI jilid 1.

Semoga langkah politis melalui pembentukan Sekber ini memang adalah upaya menjernihkan air agar pembangunan bangsa bisa dilanjutkan. Perlu bantuan banyak orang pintar untuk menyarankan dan memberi banyak masukan kepada SBY karena cap rezim bodoh dan bebal terlanjut disematkan oleh berbagai media massa yang semuanya terkait kualitas manusia dan kebijakan berbagai subordinat di bawah SBY.

Overacting bawahan dalam kasus rekayasa Antasari, rekayasa kriminalisasi Bibit-Chandra, penangkapan Susno sang whistle-blower, pemilihan menteri-menteri yang rangkap jabatan ketua parpol, overacting Kejaksaan dan Kepolisian, semuanya adalah penyumbang predikat negatif rezim SBY. Hal-hal seperti ini adalah pekerjaan rumah SBY yang tidak juga berhasil diringankan oleh Partai Demokrat. Maka semoga melalui Sekber ini bisa diselesaikan dan diringankan.

Fungsi Checks and Balances DPR masih harus terus dilakukan karena DPR adalah wakil rakyat bukan wakil partai, seharusnya anggota DPR tidak lagi tunduk kepada suruhan elite-nya apabila bermuatan pribadi. Misal muatan pribadi bisnis Ical tidak serta merta bahkan tidak boleh dituruti oleh DPR fraksi Golkar. Muatan pribadi Mega tidak serta merta dituruti oleh DPR fraksi PDIP dan seterusnya.

Sekber dimaknai hanya sebagai ajang komunikasi antara Presiden SBY dengan para elite partai koalisi untuk penyampaian solusi atas masalah pembangunan kepada anggota partainya di DPR dan konstituennya. Semua untuk membangun bangsa.

Cukup sudah pertengkaran yang membelah bangsa ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun