Sistem megakapitalis AS yang menopang, karena Bank Dunia dan IMF sudah jauh-jauh hari dirancang dan sering dimanfaatkan demi kepentingan golongan mereka untuk mengeksploitasi suatu negara atau memanfaatkan negara manapun secara jangka panjang, sebagai kamuflase, sering melalui diplomasi demi memasuki wilayah-wilayah manapun di dunia, dimulai sejak masa berdirinya Bank Dunia dan IMF.
Bukti yang paling jelas adalah penunjukan Paul D Wolfowitz sebagai pimpinan Bank Dunia. Paul, orang kepercayaan Presiden AS George Walker Bush, salah satu penasihat paling gigih untuk menyarankan dan merencanakan invasi Irak tahun 2003 (sampai sekarang) dengan mengarang alasan untuk menguasai minyak Irak (berhasil sampai hari ini) dan menumbangkan Saddam Hussein, bertanggung jawab atas kehancuran dan khaosnya Irak sampai hari ini, tewasnya jutaan warga dan serdadu Irak akibat invasi itu, matinya ratusan ribu serdadu AS, menyebabkan defisit masif keuangan AS yang merembet pada krisis global 2008. Dan kemungkinan sampai hari ini dia akan masih menjabat dan tidak perlu Sri Mulyani untuk meneruskan posisi itu, hanya karena dia tertangkap basah atas skandal seks-nya di Eropa.
Organisasi macam itulah yang akan dimasuki Sri Mulyani dalam rangka 'melarikan diri' dari berbagai kemelut yang menimpanya di Republik Indonesia. Kasus Bank Century, pemberantasan korupsi Dirjen Pajak tidak bisa ditutup-tutupi oleh berbagai pujian sebagai menteri terhebat dsb,dsb.
Belum melihat keterlibatan Bank Dunia dan IMF atas berbagai kepentingan kapitalis AS dalam mengeruk dan terus mengeksploitasi kekayaan alam tanah air kita tanpa hambatan, bahkan didukung penuh oleh pihak-pihak dalam negeri yang sering dituding sebagai Neoliberalis. Atau pembiaran utang-utang negara RI selama ini tanpa penyelidikan seksama atas sebab-sebab mengingat apakah karena faktor kecurangan dan pembodohan oleh AS (sebagai dalang Bank Dunia dan IMF) ketika utang dikucurkan dan sampai sekarang terus kita bayar utang beserta bunga-bunganya, yang kata Jusuf Kalla mencapai 80 T setiap tahun.
Terdapat paradoks pujian SBY atas segala jasa dan prestasi Sri Mulyani dengan pertanyaan tentang komitmen profesional Sri Mulyani terhadap kompleksnya permasalahan ekonomi di negeri ini sehingga dia lebih memilih atau merencanakan kepindahannya ke Bank Dunia.
Kalau seandainya dipandang dari kekecewaan Sri Mulyani atas berbagai tekanan atasnya dalam rangka membela bos-nya selama ini terkait Bank Century, maka yang patut dijadikan sebab adalah kelambanan pembelaan atas dirinya oleh SBY yang mengakibatkan situasi sudah menggelinding tidak bisa ditarik kembali, yaitu pemeriksaan KPK atas dirinya. SBY membiarkan Sri selama 2 bulan dijadikan bulan-bulanan DPR Pansus Century. Tetapi yang lebih substantif adalah apakah memang ada pelanggaran profesional yang telah dilakukan Sri Mulyani dan kalau tidak ada ,apa sulitnya membuktikan di mana-mana di saat kekuasaan masih memayunginya, untuk melindunginya dari kemungkinan berbagai penelikungan hukum dan politis.
Yang lebih hebat lagi adalah pembiaran posisi kosong Gubernur Bank Indonesia sudah setahun lebih dan sekarang adalah pembiaran 'larinya' Sri Mulyani dari segala beban strategis sebagai Menkeu dengan segala alasan sebab. Siapakah yang bertanggungjawab atas dua hal penting ini, dua ujung tombak perekonomian Indonesia dibiarkan kosong ? Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI terpilih, yang malah bangga atas terpilihnya dan kebersediaan Sri Mulyani ke Washington DC.
Logika yang dipakai rezim ini susah dibilang sehat.
Kalau memang semua hal di atas itu benar adanya, Bank Dunia dan kebersediaan Sri Mulyani ke Washington DC adalah mudarat bagi kepentingan nasional Republik Indonesia.