Beberapa hari sebelumnya Kompas memuat berbagai opini para pemikir bangsa yang berbobot seperti Mochtar Pabottingi (Presiden dan Evasi Eksekutif, Kompas, 23/8/2010), Yudi Latif (Epos Besar dengan Manusia Kerdil, Kompas 24/8/2010), Faisal Basri (Pidato Datar, Kompas, 23/8/2010), bahkan ahli komunikasi Effendi Gazali (Gita Citra (Cita) dari Istana, Kompas 25/8/2010) mengajari cara bicara SBY tentang menanggapi masalah demi membangkitkan optimisme rakyat. Opini mereka terasa objektif, Pabottingi dan Gazali membandingkan kinerja SBY dengan Obama. Bahkan Pabottingi menilai Obama adalah logam mulia sedang SBY sebaliknya (loyang?). Kompas minggu-minggu ini juga memuat berbagai hasil diskusi atau pertemuan yang menyuarakan keprihatinan berbagai tokoh masyarakat mulai dari Buya Maarif hingga tokoh purnawirawan. Bahkan kekhawatiran wacana NKRI di jurang negara gagal juga disuarakan Kompas. Demikian pula berbagai blunder SBY ketika membebaskan para koruptor kakap dan besannya di balik remisi, blunder pidato kenegaraan, blunder reaksi atas provokasi Malaysia.
Tajuk Rencana hari ini menimbulkan tanda tanya, seolah ada wartawan junior yang miskin wawasan ditugaskan menulis itu. Demikian pula ketika Kompas memuat tulisan jubir Presiden Julian Aldrin Pasha (Konsistensi Presiden, Kompas 25/8/2010) yang mengomentari tulisan Pabottinggi dan menilai para analis dan kritikus politik sebagai pelit dan tidak pernah punya waktu untuk menyoroti keberhasilan pemerintah. Tulisan Pasha bagaikan telur melawan batu bila dibanding dengan kualitas tulisan para analis politik di atas. Pasha hanya mengatakan dari kedekatannya, dia yakin SBY siang malam memikirkan rakyat.
Kompas hari ini, Kiemas, dan Aldrin adalah suara-suara yang memuji atau membela SBY, sedangkan pihak-pihak yang meneriaki SBY, bukan baru hari-hari ini meneriaki SBY, mereka bahkan meneriaki pak Harto di masa silam. Buya Maarif sampai sudah bosan dan capek. Siapapun yang tidak pernah bosan dan capek meneriaki SBY patut dipuji daya tahan dan kecintaannya kepada tanah air dan institusi Presiden.
Logika Kompas dan Kiemas sangatlah mendasar kesalahannya dan fatal. Mereka hanya mengingatkan atau mengalihkan perhatian rakyat (yang satu media massa besar dan satunya Ketua MPRakyat), dengan logika bahwa SBY kinerjanya baru setahun, jadi janganlah mengkritisi secara tidak proporsional.
Wahai Kompas dan Kiemas, kalian salah besar. Eksekutif pimpinan perusahaan besar NKRI kita sudah 6 tahun ini bekerja sebagai Presiden, sekian tahun sebagai Menko. Lihatlah kinerjanya. OK saja SBY pandai berwacana, menguraikan pendapat, citra hebat, santun, tidak frontal, setia keluarga dan partai, dsb,dsb. Tetapi pekerjaan eksekutif tidaklah membutuhkan penilaian seperti itu. Deretan panjang kinerja SBY setahun ini sudah banyak yang menilai dan menyatakan keprihatinan. Kelas dan kemampuan para tokoh dan ahli menyuarakan pikiran mereka sulit dibantah objektifitas dan kualitasnya.
Seandainya Anda yang budiman adalah pimpinan perusahaan, apa yang Anda akan lakukan kalau ada keresahan di bawah atau bahkan seluruh perusahaan karena ada rongrongan, bahkan pembunuhan, atau gejala-gejala yang dengan insting intuisi seorang eksekutif bisa dirasakan membahayakan perusahaan. Tidak mungkin Anda bisa berdiam diri, senyum sana-senyum sini tanpa rasa sungkan karena sedang dirundung masalah kegentingan pekerjaan.
Entah apa yang ada dalam benak Presiden kita ketika banyak rakyat terluka martabat bangsanya, geram pada Malaysia, banyak rakyat meratapi kematian keluarga korban ledakan elpiji, ada rakyat yang marah karena kemerdekaan beribadahnya diberangus kelompok setan bertopeng Islam yang dirangkul pemerintah, ada 350 lebih rakyat TKI yang sedang mengalami peradilan sesat atau disesatkan di Malaysia, Timur Tengah menunggu hukuman gantung, sementara para Dubes RI berleha-leha dan Menlu Marty sehari-hari sibuk mematut diri tampil di majalah super eksklusif dan berpesta pora ala jetset Jakarta setiap minggu, Dirjen Pajak mengutip sekian ratus USDollar dari tiap TKI di bandara, KPK diobrak-abrik dan berita turunannya (markus, Susno, Gayus, Kapolri, rekaman CDR Ade, Anggodo) semakin membosankan dan memuakkan kita bahkan hanya karena tampilannya di berbagai media massa. Kalau tidak ada gerakan dan antisipasi nyata dari SBY dan kawanannya atas berbagai hal ini, tidak perlulah pihak SBY meminta-minta kita menilai keberhasilan dan sisi positif capaian pemerintah. Sementara NKRI dirundung duka berbagai masalah yang kuncinya tidak segera digerakkan oleh SBY dan kawanannya.
Kalau Kompas dan Ketua MPR saja logikanya seperti itu, dan kelihatannya demikian pula Presiden yang diwakili jubir, Ruhut, dan impostor Anas, maka hanya doa khusyuk rakyat dan kemurahan Tuhan yang bisa kita andalkan.