Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Negeri Pekuliarti (Part 2)

2 Juni 2011   05:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:57 39 0
Mataku tertuju pada lingkungan sekelilingku, orang-orang berlalu lalang dengan mata penuh tujuan, beberapa anak muda membawa paperbag berwarna merah dan hitam saling bercengkrama. Dan aku masih terduduk dengan segelas cappuccino di tanganku. Suhu di luar begitu dingin dan kendaraan ini melaju melewati gedung-gedung tinggi dan hiruk-pikuk orang-orang dengan mata-mata tajam penuh tujuan. Ku hangatkan diriku dengan cappuccino hangat yang masuk ke dalam tenggorokkanku dan ku rebahkan tubuhku sejenak.

Aku tetap terdiam dalam ruang sunyi dengan laki-laki berpakaian rapi dengan kaca mata hitam dan rambut dengan potongan eksekutif. Aku tidak mau membuat segalanya menjadi begitu ricuh sejak kejadian tadi pagi.

Cuaca cukup dingin hari ini, hingga mantel tebal dengan bulu-bulu halus di bagian capuchon-nya tidak cukup mampu membuatku hangat. Langit dipenuhi warna putih keabuan hingga cahaya matahari tak mampu menembus tebalnya awan putih. Kristal es yang menyelimuti sebagian kaca membuat penglihatan dari dalam kendaraan hitam ini menjadi tampak kabur. Kehawatiranku semakin menjadi-jadi, entah akan dibawa kemana aku ini.

Tak lama kendaraan hitam ini berbelok. “kita sudah sampai, dan anda akan saya jemput pukul 15.00” ujar lelaki berpakaian rapi dengan kaca mata hitam yang sejak tadi menemaniku.

“oh, ya” jawabku singkat.

Aku bergegas membawa tas berwarna merah yang sejak tadi berada di sampingku dan keluar dari kendaraan hitam ini. Gedung di depanku membuatku cukup terperangah kebingungan. Bangunan dengan bentuk menjulang tinggi dan cukup luas. Bebatuan kotak merah tersusun rapi membentuk bangunan yang megah ini. Beberapa kendaraan ada yang cukup pendek dengan dua orang di dalamnya melintas dihadapanku. Beberapa kendaraan lainnya terparkir rapi di hadapanku. Aku semakin bingung, dimana aku sekarang.

Aku berjalan menuju bangunan tersebut dan tiba-tiba sesosok laki-laki merangkulku dari belakang “hey, Angela bagaimana kabarmu hari ini?”.

Aku yang cukup kaget menjawab “ya, aku baik” dan entah apakah laki-laki ini melihat wajah pucatku karena kaget.

“sepertinya hari ini akan cukup melelahkan, bagaimana sarapanmu?” ujar laki-laki yang mengenalku namun mengapa aku tidak mengenalnya.

“oh, sandwich dan cappucino” jawabku singkat.

Dia berkata “aha, nampaknya tidurmu kurang” dan tanpa penjelasan panjang laki-laki tadi menarikku masuk ke dalam ruangan yang cukup ramai, dengan beberapa orang bercanda-canda.

Tidak lama kemudian seorang laki-laki dewasa membawa beberapa buku tebal dengan pakaian setelan kemeja dibalut sweater dan celana panjang memasuki ruangan. Seketika semua orang langsung duduk menempati tempat duduknya masing-masing. Aku langsung duduk di tempat duduk yang masih kosong.

Lelaki dewasa tadi kemudian berkata “good morning class, hari ini kita akan membahas mengenai sastra” dan Ia menjelaskan puisi-puisi yang agak sulit ku pahami.

Aku mencoba berusaha memahami ocehan laki-laki dewasa itu dengan membaca buku bersampul hijau tua di halaman yang dikatakannya “halaman 153, pahami dengan hati”.

Oooh, ini membuatku bosan. Tak lama kemudian sesosok laki-laki dengan tubuh tinggi berkulit putih dengan potongan rambut kecokelatan agak sedikit blonde yang cukup casual, poni yang menutupi sedikit di bagian matanya yang berwarna biru sedikit mengalihkan perhatianku. Dengan t-shirt abu-abu dan celana jeans yang dikenakannya membuatnya terlihat menarik. Sambil membawa ranselnya, dia menyerahkan secarik kertas kepada laki-laki dewasa yang sejak tadi mengoceh tentang puisi.

Kemudian laki-laki bermata biru itu berkata kepada laki-laki dewasa yang membuatku bosan dengan ocehannya “Mrs Minerva memberikan ini untuk diberikan kepada anda”.

Dan Ia memberikan secarik kertas kepada laki-laki dewasa itu. Aku tetap melanjutkan membaca halaman dalam buku yang sejak tadi telah kucoba pahami.

Sayup-sayup terdengar laki-laki dewasa itu berkata “kau boleh duduk di sana William”

Seketika laki-laki bermata biru itu sudah duduk di bangku kosong di sebelahku. Aku tetap memperhatikan ocehan laki-laki dewasa itu sambil membuka halaman demi halaman buku dan membacanya. Tanpa ku sadari laki-laki bemata biru itu sesekali melihat ke arahku. Entah apa yang diperhatikannya dan seketika tatapan matanya terpergok olehku.

“ada apa?” ujarku.

“kau, Angela?” kata laki-laki bermata biru itu.

“ya, dari mana kau tahu namaku?” tanyaku.

Dia berkata “tantu saja aku mengenalmu, kita pernah bertemu sebelumnya”.

“kau yakin? tapi aku baru pertama kali melihatmu” ujarku.

“ini aku William” katanya sambil tersenyum.

Dan bel sekolah berbunyi “ok, pertemuan berakhir, jangan lupa untuk membuat puisi karya kalian masing-masing, selamat pagi”

Aku langsung keluar dari ruangan dan menuju ke ruangan berikutnya dengan melihat jadwal pada handphoneku. Laki-laki tampan bermata biru yang mengaku bernama William tetap berjalan mengikutiku. Aku berjalan semakin cepat menuju ruangan kelas yang berada satu lantai di atas ruangan tadi. Aku tidak mau seorangpun membaca kebingunganku.

Aku berhenti sejenak dan menatapnya “ku rasa kau salah orang, aku tidak pernah bertemu denganmu”. Kemudian berjalan cepat menuju ruangan kelas sesuai jadwalku. Sepat kulihat laki-laki bermata biru itu terdiam dan berwajah bingung. Dia menghilang dalam kerumunan orang-orang yang berlalu-lalang menuju ruangan yang dituju.

. . . .

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun