Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Rantau 1 Muara, Sebuah Kisah Pencarian

12 Juni 2013   23:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:07 187 0

Judul : Rantau 1 Muara

Penulis : Ahmad Fuadi

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Tebal : xii + 408 halaman

Cetakan : Pertama, Mei 2013

Rantau 1 Muara merupakan buku fiksi seri ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Jika Negeri 5 Menara berkisah tentang perjalanan hidup Alif di Pesantren Madani dengan “mantra” saktinya yang terkenal “man jadda wajada”, siapa bersungguh-sungguh pasti sukses. Dilanjutkan dengan “man shabara zhafira”, siapa yang bersabar akan beruntung, yang terdapat dalamRanah 3 Warna, memuat perjalanan Alif selanjutnya di dunia perkuliahan yang membawanya dari pinggir Danau Maninjau menuju Bandung lalu ke Kanada. Maka, Rantau 1 Muara memuat satu “mantra” sakti terakhir yaitu “man saara ala darbi washala”, siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan.

Rantau 1 Muara mengawali kisahnya dengan kedatangan Alif ke kamar kosnya di Bandung setelah beberapa waktu ia tinggalkan ke Kanada. Datang ke Bandung ia disambut dengan tagihan kos dan uang kuliah. Tapi bukan Alif jika karena semangat dan usahanya keberuntungan tak datang padanya. Karena sering mengirim tulisan dari Kanada, Alif pun terkenal di kalangan redaktur koran dan tabloid di Bandung. Alhasil dia pun diminta menulis oleh beberapa media yang membuatnya mampu menghidupi dirinya selama kuliah hingga wisuda serta membiayai adik serta ibunya.

Namun, kepercayaan diri Alif tiba-tiba merosot tajam setelah diwisuda. Alif lulus di akhir 90-an, dimana Indonesia sedang digoncang krisis ekonomi dan diruyak akibat reformasi pengganti Orde Baru. Walau Alif lulus dengan nilai terbaik, lowongan pekerjaan sulit dicari. Lalu Alif teringat masa dia di majalah Syam, di Pondok Madani, dan dia bertekad untuk menjadi penulis dan wartawan agar bisa mengubah dunia hanya dengan kata-kata.

Jakarta adalah tujuan Alif berikutnya. Di kota itu dia diterima menjadi wartawan di majalah Derap. Disana Alif ditempa untuk menjadi wartawan yang berintegritas, berkawan dengan orang-orang gigih dan penuh kreatifitas. Hingga dia bertemu dengan seorang gadis berbulu mata lentik yang tampak cuek namun cerdas dan menarik. Di saat pertemanan mereka yang semakin dekat, Alif harus pergi mengejar impiannya, beasiswa belajar di negeri Paman Sam.

Di negeri Paman Sam, Alif kuliah sambil menahan kerinduan pada sang gadis pujaan. Puncaknya, Alif melamarnya ketika mereka chatting. Tak berapa lama, lewat perjuangan yang cukup membuat detak jantung naik-turun tak karuan, perjuangan menaklukan ayah sang gadis, mereka akhirnya menikah. Tapi perjalanan tak hanya sampai disitu. Alif dan istri berhadapan dengan tragedi 11 September 2001 di New York yang membuat mereka kehilangan kawan paling berarti di perantauan. Peristiwa itu membuat Alif memikirkan ulang misi hidupnya. Ke mana dia akhirnya akan bermuara???

Membaca Rantau 1 Muara membuat pembaca ikut merasakan petualangan menjadi Alif. Gaya bercerita Ahmad Fuadi yang runut dan tidak bertele-tele membuat buku ini asyik untuk diikuti dari awal sampai akhir. Kelemahan buku ini hanya sedikit. Berhubungan dengan bahasa daerah, bahasa ibu sang penulis. Ada beberapa ungkapan yang menggunakan bahasa Minang tapi tidak ada penjelasan atau catatan kakinya, seperti yang terdapat pada halaman 274 : “Iyo sabana baruntuang abang ko ha. Dapek Dinara, hatinyo elok, matonyo rancak.” Jika tak pernah mengenal bahasa Minang, apalagi Indonesia wilayahnya luas dengan beragam suku bangsa, pembaca mungkin sedikit kesulitan untuk memahaminya.

Ini adalah kisah pencarian tempat berkarya, pencarian belahan jiwa, dan pencarian di mana hidup akan bermuara. Bertualanglah sejauh mata memandang. Mengayuhlah sejauh lautan terbentang. Bergurulah sejauh alam terkembang. Dan pada akhirnya, selamat mencapai tujuan. :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun