Satu hal yang membuat saya cukup mengherankan dalam kasus ini adalah kengototan dua pihak, Susno dan Jaksa, mempertahankan pendapatnya masing-masing. Bahkan jika terjadi perang teori hukum, kedua pihak merasa sama-sama benar.
Lalu apa solusinya?? Saya sebagai orang awam memilih opsi jaksa melakukan Peninjauan Kembali atas kesalahan hukum formil yang dilakukannya. Supaya Susno tidak lagi punya alasan dan jaksa juga tidak punya celah untuk disalahkan. Karena itu juga yang jadi permintaan Susno.
Hal ini disampaikan Yusril Ihza Mahendra selaku koleganya kepada okezone.com. Yusril mengisahkan, saat berada di Mapolda Jabar, Susno mengatakan kepada Aspidus DKI, bahwa Susno mempersilakan jaksa PK atas putusannya yang cacat dan batal demi hukum.
“Kalau saya tetap dihukum oleh Putusan PK dan ada perintah penahanan seperti diatur dalam Pasal 197 ayat 1 huruf k KUHAP, saya patuh. Silakan saya dieksekusi!" kata Yusrli menirukan perkataan Susno saat itu.
Susno sendiri menolak permintaan jaksa agar dia mengajukan PK, dan mengatakan untuk apa di PK, sedangkan putusannya cacat dan batal demi hukum.
"Anda jaksa yang ajukan PK. Anda yang berkepentingan agar eksekusi tidak melanggar hukum. Namun, dialog kemudian berakhir deadlock," tutup Yusril.
Nah, ayo jaksa daripada kejar-kejaran terus dan proses penahanan juga terindikasi kuat terjadi cacat hukum, maka melakukan PK adalah pilihan terbaik. Karena jika itu sudah dilakukan dan Susno tidak juga menyerahkan diri, maka masyarakat juga akan turut mencari Susno.
Karena jika tetap dipaksakan mengeksekusi padahal ada kesalahan pada surat keputusan, maka akan menjadi preseden buruk bagi hukum Indonesia. Supaya ke depan setiap orang bisa serius terhadap pencatatan atau hukum formil. Apalagi setiap hal yang berurusan dengan hukum memang seharusnya lengkap dan sesuai pencatatannya.
Salam.