"Beliau berkunjung di Kawanuma, salah satu kota dengan dampak gempa dan tsunami terparah. Beliau dan istri menangis melihat kondisi di sana. Sungguh kami sangat terharu," kata Banno saat menyambut para peserta pertukaran pemuda Jepang- Indonesia JENESYS di Gedung Kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo, hari ini.
Tangisnya SBY dalam kunjungan ke Jepang sangat wajar membuat pemerintah dan rakyat Jepang. Apalagi jika menilik kondisi Jepang yang hancur karena gempa. Perasaan empati dari pemimpin sebuah negara bagaikan air di gurun pasir. Tidak bisa dipungkiri popularitas SBY dalam hal berempati, bahkan cenderung melankolis, sudah sangat diakui. Hal ini juga hampi selalu terjadi ketika ada gempa di Indonesia. Bahkan tangis SBY di depan korban Lapindo juga tidak akan terlupakan.
Mari kita lupakan sejenak tangis-tangis beliau yang berupa retorika dan normatif. Tangis yang tidak menyelesaikan masalah, karena yang ditangisi saat itu masih patut ditangisi hingga saat ini. Bukan hanya korban gunung merapi, korban Lapindo pun masih terus ditangisi.
Ketika beliau melihat peristiwa matinya Ruyati yang dihukum pancung saya tidak melihat sebuah penyesalan yang dalam dari SBY sebagai kepala pemerintahan. Jangankan tangis, perasaan menyesal dan minta maaf juga tidak terucapkan. Hal yang ironis jika dibandingkan ketika SBY menangis dalam kunjungan ke Jepang. Tindakan tegas bahkan tidak dilakukan oleh SBY. Jangankan memecat Kedubes, Ketua BNP2TKI, Menakertrans, Menkumham, Atau Menlu melakukan moratorium saja haruslah desakan DPR. Yang lebih menyedihkan lagi SBY malah akan membentuk satgas yang diyakini banyak pihak akan mandul.
Janganlah kita dipuji bangsa lain tetapi dicaci oleh bangsa sendiri. Janganlah kita menangisi bangsa lain, padahal bangsa ini perlu ditangisi.
Jangan biarkan bangsa ini menangis lagi karena rakyatnya diperlakukan tidak adil di negeri orang.
Salam kompasiana.