adalah sebuah kata yang memulai tulisan ini. saya harap lebih mirip syair, dari pada sebuah tulisan ilmiah.
Islam. sebuah risalah dari Baginda Rasulullah SAW, yang menerangi bumi penunggang onta awalnya, lalu kemudian merambahkan sinarnya ke seluruh dunia. seluruh dunia pun berdzikir, merundukkan tawadhu untuk sang Illahi dan membenarkan serta bersholawat atas syukur dari risalah yang dibawa oleh Rasulullah ini.
1924 adalah tahun di mana tahun-tahun sebelumnya para pemaham oriental dan munafik telah berhasil membuncahkan kemenangan syuronya. ke-futuh-an di tangan jahiliyah, saat Islam telah berarti ibadah ritual saja dan tidak bisa menjawab kebutuhan solusi atas sekuler yang menjadi populer. tanda itu menunjukkan kekhalifahan yang bobrok itu sudah roboh. saat pemikiran para penjahat aqidah yang menang, ya, seperti itulah jadinya.
Lalu terlahirlah gerakan seorang Imam Syahid Hasan Al-Banna, yang kemudian diberikan nama Ikhwanul Muslimin, pada tahun 1428. dimulai dari media propaganda, perang Palestina 1948, hingga pengusiran Inggris dari tanah Mesir. sebuah gerakan yang sangat memerhatikan pemuda di dalamnya. yang sang Imam rela sampai berjalan-jalan ke dalam warung-warung kopi atau kafe sekalian, untuk mengajak kepada kebaikan. sebuah cara yang unik yang kadang mungkin sebuah ironi juga, ternyata bisa jadi orang yang peduli agamanya ada di dalam warung kopi.
Menyusulah kelahiran segolongan orang-orang pembebas, yang menyebut diri mereka Hizbut Tahrir. seorang Syaikh Taqiyudin An-Nabhani menjadi nama yang tersebut sebagai penegak fondasinya. sebuah gerakan yang revolusioner. yang jika diselayang pandang, akan terketemukanlah 20 ciri khas gerakan ini. yang membuat para pengisinya menjadi orang-orang yang sangat merindukan khilafah, yang mau menangisi Ramadhan setiap tahunnya, dan menyesalinya, atas sebuah pertanyaan, 'kapan bisa merasakan indahnya beribadah di bulan Ramadhan dalam dekapan khilafah?'. dengan slogan-slogan lantangnya yang mempropaganda untuk meninggalkan sistem-sistem kufur dan kembali kepada sistem Islam.
Lalu belakangan, sekelompok lagi orang yang terlupakan, orang-orang yang menjalani kehidupannya dengan menegakkan sunnah-sunnahnya, menegakkan syariatnya begitu mendasar ke dalam diri mereka, sebuah kelompok orang-orang yang dari dulu mempertahankan aqidah dan ijtihad para salafushalih. dengan pemikiran yang mendasar, yang hanya bermodalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka berjalan di muka bumi untuk menegakkan Islam kembali kepada izzah-nya. orang-orang yang benar-benar menjaga, menjaga aqidah dan sunnah-sunnah Rasulullah bersih dari bid'ah. sungguh, mungkin susah untuk diketahui kapan mereka menginisiasi mereka. karena inisiasi mereka adalah kemurnian aqidah mereka. bolehlah orang-orang ini tidak disebut sebagai sebuah golongan dalam Islam, ya, seperti itulah inisiasi mereka.
Di tengah tahun-tahun yang penuh dengan kesuraman kembali dari umat muslim ini, setelah banyak jamaah-jamaah-selain tiga-yang ada di atas tadi, Islam tak ubahnya sebuah Kapal. mengapa kapal? karena kapal laut yang besar ini, sedang berlayar menembus ombak-badai untuk menuju satu tujuan. satu tujuan yang jelas, yaitu mengembalikkan Islam sebagai Din yang agung ke tempatnya. sebuah tempat yang agung di mata para pengikrarnya sampai mati. sebuah kejayaan, kegemilangan akan keberlangsungan hidup manusia untuk menuju akhiratnya. semua awak Kapal pun setuju, setuju atas tujuan itu.
Dewasa ini, sebuah analogi atas gerakan kedua yang disebutkan tadi di atas: seorang anak kecil. anak kecil yang selalu merengek, atas pertanyaan: 'kapan kita sampai tujuan?'. selalu saja merengek dan merengek, sehingga membuat sekelompok penumpang menjadi ikut-ikutan merengek dalam satu rengekkan. penumpang yang tidak menjadi seperti siapa-siapa awalnya menjadi terpengaruh untuk ikut-ikut merengek. dalam satu rengekkan yang khas: 'kapan kita sampai tujuan?' atau bisa diterjemahkan: 'ayo tegakkan khilafah'! yang jika dilihat dalam bahasa yang jelas mungkin menjadi rancu, tapi coba kita selami dalam-dalam ajakkan ini, lama-kelamaan menjadi seperti itulah tertulis. hm?
Lalu muncul orang-orang pada gerakan yang disebutkan pertama di atas: adalah orang-orang pekerja, orang-orang buruh, dan pesuruh. mereka mengerjakan apa saja di atas kapal, mulai dari mendayung, membersihkan kapal, dan melayani penumpang. terus saja mereka bekerja, seperti itulah jalan hidup mereka, bekerja di atas kapal, dan berjuang sekuat tenaga. namun sayang, terkadang kerja orang-orang ini terus tercekat oleh aturan-aturan yang dibuat untuk pekerjaan mereka. aturan ini terkadang memperlambat pekerjaan mereka. padahal, di kapal itu sendiri, sudah ada peraturan-peraturannya. ck.
Terlihat pula, orang-orang yang disebutkan golongan ketiga di atas: orang-orang pelaut yang paham akan kapal dan lautan. mereka mengoreksi para pekerja kapal, membentak rengekan anak-anak kecil, dan terus melakukannya hingga semua berjalan dengan baik. mereka menyukai kapal. dalam pikiran mereka, jika di atas kapal, maka bertindaklah sebagai orang kapal, pelaut. Namun, belakangan, mungkin karena seiring terlalu sering melihat ke lautan dan jarang menyaksikan kebutuhan para penumpang dan awak kapal lainnya, mereka menjadi orang-orang yang tempramen. mereka mau saja membentak sambil berteriak ketika mereka semuanya berjalan tidak seperti seharusnya di atas kapal. sungguh, orang-orang ahli yang seperti itu. hah...
Lalu bagaimana seharusnya dalam modernitas dan kebenaran risalah Islam ini? bukankah kapal kita sudah terlalu lama tidak ada kaptennya? terlalu tidak nyaman para penumpangnya?
Maka mungkin izzah Din ini akan kembali seiring para anak kecil yang merengek mengurangi rengekkannya dan memberikan solusi solutif untuk 'kapal' ini, mungkin akan kembali bergema syariat di seluruh penjuru ketika para pekerja dan buruh harus bisa sedikit memberontak atas aturan-aturan yang mencekik leher mereka, sehingga kerja mereka lebih terlihat jati dirinya sebagai awak 'kapal'. Bahkan mungkin seorang kapten akan kembali memimpin, ketika orang-orang yang paham tentang 'laut' dan 'kapal' telah kembali peduli akan kebutuhan umat. tidak melulu mengurusi masalah-masalah baru dan meluruskan aqidah, bahwa kebutuhan sesungguhnya adalah untuk tidak saling mencerca, dan menjalani Islam ini sebagai manhaj hidup yang syamil, dalam semua aspek, bahkan aspek kepemimpinan.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -١٠٤-
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Allahu'alam.