Kasus yang menimpa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah contoh yang gamblang tentang bagaimana pers menjadi penjatuh vonis yang sadis. PKS jadi bulan-bulanan hampir semua media mainstream sejak dugaan kasus suap impor daging sapi mencuat.
Mayoritas media telah melekatkan stempel bersalah pada LHI dan PKS pada detik pertama kasus ini mencuat. Hampir tak ada yang mau memandang jernih duduk perkaranya.
Sekadar mengingatkan, tanpa bermaksud membela LHI dan PKS, hingga saat ini status LHI adalah tersangka, bukan terpidana. Hingga saat ini, LHI pun belum terbukti menerima sepeser pun dari uang Rp 1 M yang katanya akan diberikan oleh AF sebagai suap. Bahkan, Dirut PT Indoguna pun menyatakan uang Rp 1 M itu bukan untuk LHI.
Tetapi, media mainstream dengan galaknya terus menggambarkan dengan sudut pandang seolah LHI telah terbukti bersalah. Terlepas dari siapa dan kepentingan apa di balik media-media mainstream itu, tetapi perilaku tersebut betul-betul mencederai prinsip-prinsip jurnalisme.
Pengadilan belum berlangsung. Vonis belum dijatuhkan oleh institusi yang paling berwenang. Tetapi media (dan publik) seolah lupa prinsip presumption of innocence. Seseorang tak boleh dianggap bersalah sebelum pengadilan memutuskan dia bersalah.
Yang menarik diperhatikan dari serangan gencar nan tak adil dari media terhadap PKS adalah bagaimana para elit dan kader partai ini bersikap. Presiden barunya dengan gesit melakukan langkah-langkah konsolidasi. Bukan hanya berhasil mencegah partai ini tercerai berai, tetapi justru membangkitkan semangat juang luar biasa.
PKS juga berhasil membuktikan bahwa faksi-faksi yang diisukan ada di dalam tubuhnya ternyata hanya sebatas isu. Jika faksi itu memang ada, pastilah faksi yang berseberangan dengan faksi yang konon digawangi oleh Anis Matta, akan menyempal. Nyatanya tak muncul PKS sempalan. Bahkan, tak ada gerakan perlawanan terhadap apa yang dilakukan Anis Matta. Yang ada justru semua mesin partai kini bekerja dengan putaran mesin yang meningkat pesat dan irama yang rampak.
Hasilnya mulai terlihat dalam Pilkada Jawa Barat, 24 Februari lalu. Pasangan yang diusung PKS berhasil mengungguli pasangan yang disupport habis-habisan oleh idola media saat ini, Jokowi.
Kamis, 7 Maret 2013 juga jadi ajang bagi para elit dan kader PKS untuk membuktikan ketangguhan mereka menerjang badai. Kita akan saksikan, bagaimana pasangan Cagub-Cawagub yang mereka usung dalam Pilkada Sumatera Utara bisa mengalahkan calon-calon lain, termasuk yang lagi-lagi disupport si kotak-kotak pujaan media saat ini.
Di awal terpaan kasus LHI, para pengamat dan media kompak berseru: "PKS akan habis di Jabar, Sumut dan 2014". Di Jabar, dengan pasangan nomor urut 4 yang diusungnya, PKS berhasil membantah prediksi tersebut. Jika PKS juga berhasil memenangkan pasangan nomor urut 5 di Sumut, maka akan terjadi seperti yang dislogankan Hidayat Nur Wahid: 4 Sehat 5 Sempurna. PKS akan memiliki gizi dan stamina full untuk menghadapi 2014...
sumber