Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Elegi Sebuah Mimpi

27 Januari 2019   13:00 Diperbarui: 27 Januari 2019   13:06 28 2
Sebelum aku meninggalkan kampung kelahiranku, barang sejenak kuhirup udara siang itu. Udara yang sejuk. Aku pasti mengingatnya. Kehidupan selalu menampilkan cara-cara yang susah ditebak. 
Harusnya aku masih di sini. Bersama bapak dan ibu. Bersekolah. Membantu Ibu jualan. Membantu bapak di ladang. Namun, roda zaman berputar dengan cepatnya. Putarannya kini melindas keluargaku. Setelah Bapak, kini Ibuku yang berjumpa dengan Allah. Dari piatu menjadi yatim piatu. Sebatang kara. Usiaku beberapa hari lagi menginjak 14 tahun. 
Kini, setelah kesedihan dan kenangan mampu kuredam, saatnya aku akan mencari pengalaman baru. Ke Surabaya. Bekerja bareng bulik Romlah. Entah bekerja apa, yang penting  hidupku yang masih segini ini tak boleh sia-sia.
Kami berangkat. Naik ojek dari desa. Bukan tukang ojek asli, tapi tetangga yang diminta antar ke terminal. Tentu saja tidak gratis. Lagian siapa mau kalau gratis. Zaman seperti ini, sekekeluargaan model manapun, rupiah tetaplah diperhitungkan. 
Aku bersama Lek Satino. Bulik Romlah dengan Cak Sadi. kami berjalan beriringan. melintasi jurang cukup curam. Melewati balai desa. Melewati sekolah SDku. Sampai kemudian kami telah melewati perbatasan desa. Tak kurasa, air mataku rontok. Bepergian jauh, memang tak pernah teradi padaku. Sampai 14 tahun usiaku, paling jauh ya ke pasar Lumajang. Itupun bersama Ibu. maka peristiwa hari itu menjadi yang melodramatis. Ketika sampai di terminal, aku sibuk meneringkan air mata.
"kamu menangis Parti?" suara bulik memcacah telingaku, Keibuan. Aku hanya diam saja. Menenteng tas menuju ruang tunggu. Sebenarnya bukan ruang tunggu yang sempurna. Kami tak masuk ke terminal. 
Terminal Minak Koncar merupakan terminal kecil. Penumpang kebanyakan menunggu di pintu ke luar. bahkan bus yang datang dari arah Jember, jarang juga yang masuk terminal. Ini berbeda dengan bus dari arah Surabaya yang selalu atau sebagian besar masuk terminal. Di bus aku lebih banyak diam. Tidur. maklum, pengalaman pertama. Mualnya minta ampun. Pusing. beberapa kali mulutku mengeluarkan cairan. Aku mabuk darat. Bulik menggosok perut dan leherku dengan minyak angin. Biar hangat katanya. Sepanjang perjalanan aku hanya tidur. Mual.--------------------------------------Saat mata ku buka, warna hitam legam berpendar. Sekujur tubuhnya terasa ngilu. Kepalaku, tanganku, kakiku, badan. Beberapa saat pandangan hitam menjadi ambyar. Perlahan warna itu memudar.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun