Dering telepon selular membuyarkan lamunanku. Aku hanya melirik sebentar. Kemudian melanjutkan sisa-sisa kenangan yang masih meruap. Keluargaku cukup berhasil di rantau. Bapakku bekerja sebagai karyawan pabrik, begitu juga ibuku. Belum lagi kerja sampingan Bapak sebagai makelar tanah. Meskipun tidak berlebih, namun kami hidup dalam keadaan cukup. Di kampung, rumah yang cukup megah telah berdiri. Tidak kalah dengan mereka yang memiliki sawah berhektar-hektar. Tak heran, bila mudik tiba, keluargaku cukup dihormati. Tentu bukan lantaran jabatan, namun aku melihat ini sebagai sebuah hasil kerja keras bapak dan ibu.