Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Memaknai Idul Adha dalam Relasi dengan Sahabat

18 Juni 2024   11:21 Diperbarui: 18 Juni 2024   11:26 147 10
Berbeda agama tak menghalangi relasi persahabatan. Kami, maksudnya keluarga kami, sudah sejak lama membangun persahabatan dengan rekan yang berbeda agama. Rekan kami beragama Islam, kami beragama Kristen.

Saat Idul Adha, yang dalam keyakinan kami tak ada, tapi kami masih dapat merasakan yang dirasakan oleh rekan kami ini. Sebab, tetiba kami mendapat kiriman daging, yaitu daging kurban.

Digantungkan di handel pintu. Ini cara yang sudah biasa dilakukan karena rekan kami tak mau mengganggu kondisi kami, yang selalu dipikirnya kami istirahat atau tidur. Dan, membangunkan berarti mengganggu.

Tapi, gawai menjadi media komunikasi yang canggih. Sekalipun tak bertemu langsung, komunikasi melalui gawai ini menjadikan kami mengetahui bahwa daging yang digantungkan di handel pintu berasal dari dirinya.

Perihal yang kami alami ini bukan mustahil juga dialami oleh orang lain. Mungkin di antaranya, termasuk Anda (sendiri). Baik dalam momen Idul Adha seperti yang hingga kini masih dirasakan maupun dalam momen yang berbeda. Begitu bukan?

Yang pasti, sahabat atau rekan umumnya selalu memaknai sungguh berarti momen yang khusus. Idul Adha merupakan momen yang khusus bagi sahabat-sahabat muslim, seperti sahabat kami ini.

Momen yang khusus ini, olehnya, ternyata dimaknai lebih terbuka alias inklusif. Daging kurban yang menjadi haknya dan pihak yang membutuhkan dapat juga menjadi --jika boleh saya bilang-- hak sahabatnya, yaitu kami.

Betapa kami tak merasa bersukacita kalau kesukacitaan sahabat kami dibagikan juga kepada kami. Menerima daging kurban sangat menyenangkan alias menyukacitakan.

Tapi, yang lebih daripada itu, sebetulnya adalah betapa rekan kami memaknai hari khusus ini sangat berarti karena semakin mempererat simpul persahabatan.

Hal ini dilakukannya untuk kami setiap Idul Adha. Sejak kami menjalin persahabatan dengannya, entah tepatnya kapan saya sudah lupa, selalu melakukan seperti yang ia lakukan pada Idul Adha kali ini. Ia mengirim daging kurban untuk kami.

Semoga saja yang dilakukan oleh sahabat kami ini tak keliru. Artinya, tindakannya dapat diterima oleh semua pihak. Karena, betapa pun ada sisi positif yang, diakui atau tidak, dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Setidak-tidaknya dalam konteks ini dapat ditandai bahwa persahabatan dengan latar belakang yang berbeda tetap rapi terjaga. Bahkan, dalam momen khusus, seperti pada Idul Adha ini, kami merasa sangat diperhatikan oleh sahabat yang merayakannya sekalipun kami tak merayakannya.

Jadi, karena sahabat kami begitu memperhatikan kami, seolah-olah kami juga ikut merayakannya. Karena, kami akhirnya seperti dirinya, juga seperti tetangga-tetangga kami yang merayakannya, yaitu sama-sama dapat menikmati daging kurban.

Tentu yang penting bukan perihal sama-sama dapat menikmati daging kurban. Bukan. Sebab, yang terpenting justru semakin eratnya pertalian persahabatan. Yang, ternyata dapat juga dibangun melalui momen-momen khusus seperti pada Idul Adha ini.

Perihal sama-sama dapat menikmati daging kurban karena dapat kiriman (dari sahabat) hanyalah sebagai efek persahabatan yang sudah lama terbangun. Tapi, sekaligus, seperti sudah disebutkan di atas, juga dapat semakin membuat erat persahabatan.

Pemaknaan Idul Adha yang dipilih rekan kami ini menandai bahwa ia memandang kami sama dengan dirinya dan orang-orang yang satu keyakinan dengannya meskipun kami berbeda.

Hal yang berkaitan dengan keyakinan, yaitu Idul Adha, ternyata olehnya dapat dibawa ke ranah sosial yang semakin mengeratkan persahabatan.

Yang, mungkin oleh sebagian orang, pilihan ini dianggapnya keliru. Tapi, agaknya ia memiliki pemahaman bahwa membangun relasi sosial dengan sahabat sekalipun berbeda agama dapat juga dilakukan pada momen-momen yang berkaitan dengan aktivitas keberagamaan.

Ia memandang bahwa Idul Adha atau Hari Kurban bukan menjadi pembatas orang membangun relasi sosial bermasyarakat. Sebaliknya, justru dapat menjadi sarana membangun relasi sosial itu semakin intim, yang tak melukai keyakinannya.

Akhirnya, saya melihatnya bahwa sikap ini menempatkan hidup lebih bermakna. Sebab, relasi dengan Sang Khalik dalam dimensi agama dan keyakinan berjalan seimbang dengan relasi dengan sesama dalam dimensi sosial kemasyarakatan.

Dan, oleh sikap ini, kami akhirnya dapat turut mensyukuri nikmat Idul Adha melalui daging kurban yang dikirimkan kepada kami.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun