Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Tak Masalah Siswa Tidur saat Asesmen

9 Juni 2024   15:18 Diperbarui: 9 Juni 2024   15:28 298 12
Saat mengawasi siswa asesmen di salah satu ruang, teman guru yang bertugas mengawasi bersama saya mengatakan bahwa waktu untuk mengerjakan soal masih lama, tapi sudah ada siswa yang tidur. Ia mengatakan seperti ini karena ia melihat ada beberapa siswa yang merebahkan kepalanya di meja.

Saya juga mengetahui bahwa siswa termaksud tidur. Saya justru mengetahui lebih dulu ketimbang teman guru yang bersama saya menjadi pengawas asesmen. Sebab, beberapa saat ia meninggalkan ruang karena ada keperluan. Sekalipun mengetahui lebih dulu, saya tak menyuarakan seperti yang dikatakannya.

Saya justru memiliki kebiasaan menyuarakan kepada semua siswa yang berada di ruang asesmen berbeda dengan yang dikatakannya. Sebab, saya menyuarakan bahwa siswa yang sudah menyelesaikan soal boleh tidur.

Sederhana logika saya. Jika kuota waktu masih ada dan pekerjaan sudah selesai sangat disayangkan waktu tersebut disia-siakan. Harus dimanfaatkan. Tidur lebih baik karena bermanfaat untuk melepas lelah, yang sekaligus untuk mengumpulkan energi baru.

Selain itu, saat tidur, juga tak mengundang perilaku buruk. Misalnya, berbicara dengan teman. Atau, memberi tahu jawaban kepada teman sebab sangat mungkin ada teman yang bertanya karena soal yang dikerjakan belum selesai.

Atau beraktivitas lainnya, yang boleh jadi justru  mengganggu siswa lain yang belum selesai mengerjakan soal. Sehingga, tidur, dengan merebahkan kepala di meja, sebagai pilihan yang tepat dilakukan siswa saat sudah selesai mengerjakan soal sementara waktu masih tersisa.

Kadang ada juga siswa yang sudah selesai mengerjakan soal, tak mau tidur. Tapi, ia melakukan aktivitas positif, yang tak mengganggu siswa lain. Misalnya, menggambar di kertas sisa oret-oretan. Ini bisa dilakukan. Sebab, ada memang siswa yang memiliki hobi ini.

Tentang siswa yang memiliki hobi seperti ini atau yang sejenisnya membutuhkan kepekaan guru. Sehingga, ketika siswa mengekspresikan  hobinya di sisa-sisa waktu asesmen dan tak mengganggu siswa lain, guru dapat bersikap positif. Yaitu, membiarkan siswa ini mengekspresikannya.

Sebab, memang ada siswa yang lebih suka mengekspresikan hobinya daripada tidur. Tapi, saya selalu menawarkan kepada siswa untuk tidur jika memang pekerjaan sudah selesai, sementara ada sisa waktu.

Teman saya memandang agak berbeda. Sebab, sudut pandang yang digunakan adalah perihal nilai. Maksudnya, berdasarkan pengalamannya yang sudah-sudah, nilai beberapa siswa rendah karena saat mereka mengerjakan soal asesmen sangat cepat, yang menyisakan waktu relatif panjang.

Karenanya, teman saya ini menyarankan kepada siswa untuk mencermati lagi asesmen yang sudah dikerjakan ketika mengetahui ada siswa yang tidur, sementara waktu masih ada. Siswa tak boleh, begitu selesai mengerjakan, langsung berpikir bahwa pekerjaannya sudah benar.

Saran demikian tentu saja baik, bahkan sangat baik. Bagi siswa yang semangat belajarnya tinggi berdampak baik. Tapi, bagi siswa yang kurang semangat belajar, saran ini kurang berdampak. Apalagi bagi siswa yang kemampuannya termasuk kategori rendah, pasti saran ini bagai masuk telinga kiri, keluar telinga kanan.

Sekalipun begitu, bagi kelompok siswa yang disebut kedua dan ketiga tetap merespon. Hanya, meresponnya sesaat saja. Bahkan,  bukan mustahil hanya melirik ke lembar soal.

Setelah itu, kembali ke keadaan semula. Diam saja, atau melakukan sesuatu yang tak ada hubungannya dengan asesmen.

Tapi, guru memang harus peka dalam konteks pelaksanaan asesmen. Sebab, bukan tak mungkin sebagian siswa menyisakan banyak waktu (justru) untuk "berburu" jawaban dari teman. Pada umumnya siswa memiliki simbol-simbol tertentu dalam "berburu" jawaban dari teman agar tak ketahuan oleh guru.

Guru yang peka terhadap kebiasaan siswa sudah barang tentu mengetahui simbol-simbol yang demikian. Karenanya, untuk membatasi ikhtiar yang kurang mendidik ini, memintanya untuk tidur sebagai salah satu alternatif yang dapat dilakukan.

Siswa yang sudah menyelesaikan soal asesmen,  rerata tidur. Jika siswa merasa belum selesai mengerjakan soal, pasti mereka tak bakal tidur.

Alternatif lain untuk membatasi ikhtiar siswa yang dapat berdampak buruk ini adalah mengadakan  (seolah) kesepakatan pada awal kegiatan asesmen. Saya melakukannya nyaris pada setiap ada aktivitas asesmen.

Hanya sebatas seperti ini, saya mengatakannya,  satu atau satu setengah jam ke depan, anak-anak harus fokus mengerjakan soal. Tak boleh mencontoh atau memberi tahu jawaban kepada teman. Juga tak boleh menyontek.

Ini semata-mata untuk menjaga keadilan dan kenyamanan dalam pelaksanaan asesmen. Yang sudah giat belajar, biar tak merasa terganggu saat mengerjakan soal.

Sementara yang belum atau belajarnya kurang giat, biar ke depan belajar lebih giat. Karenanya, anak-anak, jika saya mengetahui ada perilaku-perilaku yang kurang baik selama asesmen berlangsung, saya akan mengambil lembar jawab. Sepakat, anak-anak?

Selalu yang terucap dari mulut anak-anak adalah "sepakat". Sekalipun belum terdengar dari mulut seluruh anak. Artinya, ada siswa yang mengucapkan; ada juga siswa yang tak mengucapkan.

Baru kemudian, saat saya mengulang yang kali kedua, "sepakat, anak-anak?", terdengarlah dari mulut sebagian besar siswa, "sepakat". Dan, selanjutnya, umumnya kondisi nyaman, dalam arti siswa mengerjakan soal asesmen tanpa terasa ada aura gelisah.

Sebab, mereka yang merasa sudah selesai mengerjakan soal, akhirnya tidur dengan merebahkan kepala di atas meja. Sementara, mereka yang belum selesai mengerjakan soal, ya  tak tidur alias mengerjakan soal.

Terhadap mereka yang tidur, saya selalu berjanji akan membangunkannya ketika bel tanda selesai asesmen dibunyikan. Tapi, toh begitu, sangat jarang ada siswa yang tidur hingga bel tanda usai asesmen dibunyikan.

Jadi, tak masalah siswa tidur saat asesmen, tentu saja setelah ia rampung mengerjakan soal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun