Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Artikel Utama

Seperti Ini Sekolah yang Berulang-ulang Dipimpin oleh Plt. Kepala Sekolah

6 April 2022   09:41 Diperbarui: 8 April 2022   08:46 11576 23
Sebetulnya tak menjadi persoalan kalau sebuah sekolah dipimpin oleh plt. (pelaksana tugas) kepala sekolah. Sebab, dengan begitu, administrasi sehari-hari dapat tertangani. Dan, itu berarti kegiatan persekolahan tetap dapat berjalan.

Berbeda misalnya kalau sekolah yang tak memiliki kepala sekolah, juga belum memiliki plt. kepala sekolah. Kondisi sekolah yang seperti itu,  tentu administrasi sehari-harinya terganggu. Sehingga, kegiatan tak bisa berjalan normal, bahkan bisa-bisa stagnan.

Bagaimana tidak. Taruhlah misalnya, pada suatu waktu sekolah harus mengirim data peserta lomba yang mengharuskan dibubuhi tanda tangan kepala sekolah. Tapi, kepala sekolah tak ada dan plt. pun belum ada. Tentu anak-anak terkendala ikut lomba, bukan?

Itu barangkali termasuk hal yang biasa, tak terlalu penting. Coba kalau perihal yang begitu penting. Tentu sangat merepotkan. Karena mungkin harus meminta pengesahan kepada kepala dinas setempat. Kalau jarak tempuh terjangkau dalam waktu tak lama, mungkin tak menjadi problem.

Jadi, betapa pun, plt. kepala sekolah sangat penting peranannya dalam perjalanan roda kegiatan sebuah lembaga sekolah. Itu sebabnya, begitu sekolah tak memiliki kepala sekolah karena pensiun atau karena alasan yang lain, sesegera mungkin diangkat plt. kepala sekolah.

Plt. kepala sekolah biasanya kepala sekolah di sekolah lain. Selama saya menjadi guru, seperti itu yang selalu saya ketahui. Misalnya, ia kepala sekolah "A", lalu diangkat menjadi plt. kepala sekolah di sekolah "B" karena kepala sekolahnya pensiun.

Artinya, satu orang mengepalai dua sekolah. Ini tentu bukan pekerjaan yang ringan. Ini pekerjaan yang membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran yang ekstra. Apalagi dua sekolah dipastikan tak memiliki karakteristik yang sama.

Saat di sekolah "A", ia harus begini. Ketika di sekolah "B", ia harus begitu. Karena dua sekolah membutuhkan pendekatan yang berbeda. Dalam keadaan seperti itu, diakui atau tidak, kepala sekolah harus kreatif, inovatif, dan visioner.

Sehingga, baik sekolah "A" maupun sekolah "B", yang memiliki karakteristik yang berbeda tetap dapat beroperasi dengan baik. Dengan begitu, siswa terlayani dengan maksimal. Sehingga, potensinya bertumbuh kembang secara optimal.

Oleh karena itu, kepala sekolah yang diberi dua tanggung jawab, baik di sekolah, tempat ia sebagai kepala sekolah definitif maupun di sekolah, tempat ia menjadi plt. kepala sekolah, adalah kepala sekolah yang mumpuni. Kepala sekolah yang sudah berpengalaman.

Sejauh saya tahu, memang begitu. Ia adalah kepala sekolah yang sudah memiliki jam terbang panjang. Sekalipun jam terbang kepala sekolah sudah ada batasnya, tapi setidaknya ia memiliki masa kerja sebagai kepala sekolah yang lebih banyak ketimbang yang lain.

Rasanya belum pernah saya menjumpai plt. kepala sekolah yang pengalaman menjadi kepala sekolah masih pendek. Sebab, tentu akan sangat berisiko. Ia terlebih dahulu  sudah menunjukkan prestasi di sekolah yang dipimpinnya.

Sebab, pemimpin harus menjadi penggerak anak buah. Kepala sekolah, sekalipun jabatannya masih plt., harus tetap menjadi penggerak para guru. Sehingga, guru menjadi terinspirasi dan melakukan tugas dan fungsinya secara menakjubkan.

Jadi, sekalipun masih dipimpin oleh plt. kepala sekolah, sekolah bisa bertumbuh kembang dengan baik. Apalagi kalau dalam waktu tak terlalu lama, sekolah mendapat kepala sekolah definitif. Tentu sekolah tersebut akan melangkah lebih gagah dan mantap.

Nah, yang menjadi problem ketika sebuah sekolah di bawah pimpinan plt. kepala sekolah secara berulang-ulang. Saya pernah melihat ada sebuah sekolah yang dipimpin oleh setidaknya dua kali plt. kepala sekolah secara berurutan. Setelahnya, baru kepala sekolah definitif. Tapi, tak lama kemudian, diganti lagi plt. kepala sekolah karena kepala sekolah definitif pensiun.

Sebagian orang di luar sekolah (baca: masyarakat) memandang fenomena tersebut mungkin tak masalah. Toh sekolah tetap dapat berlangsung seperti umumnya sekolah. Jadi, baik-baik saja.

Tapi, kalau orang di luar sekolah tersebut adalah sesama guru, artinya ia guru di sekolah lain, mungkin memandangnya agak berbeda. Boleh jadi mereka tak mengatakan baik-baik saja, tapi "ah kasihan". Sebab, dari dulu hingga kini tetap saja di bawah kepemimpinan jabatan plt.

Dampak bagi guru

Persoalannya bukan jabatan plt. tersebut buruk, tak bermutu. Tidak. Tapi, guru-guru memiliki pemimpin yang tak tetap, secara psikologis, kurang tenang. Karena "tak tetap", pasti sewaktu-waktu bisa diganti.

Katakan, guru-guru sudah mulai bisa beradaptasi, tiba-tiba diganti dengan yang baru lagi. Dan, yang baru itu juga plt. Coba Anda bayangkan, bagaimana kondisi psikologis guru-guru. Pasti terganggu bukan?

Sebab, mereka harus memulai lagi dari awal, berproses adaptasi lagi. Keberhasilan proses adaptasi yang pertama, tak berguna alias sia-sia. Padahal, tak mudah membangun adaptasi. Tapi, itu hal yang tak bisa dihindari. Harus beradaptasi.

Belum lagi plt. kepala sekolah yang pertama dan kedua memiliki perbedaan gaya dan orientasi memimpin. Sebab, rasanya tak mungkin dua pribadi memiliki gaya dan orientasi kepemimpinan yang sama, sekalipun mereka sama-sama sebagai Plt. kepala sekolah. Sungguh-sungguh membuat guru kurang tenang.

Selain itu, guru tak berani memiliki visi dalam pembelajarannya. Sebab, waktu yang tak tentu dalam kepemimpinan, jangan-jangan ada pemikiran baru yang datang tiba-tiba karena gaya dan orientasi kepala sekolah baru berbeda dengan yang lama.

Sekadar contoh, ada kepala sekolah yang menekankan terhadap partisipasi lomba-lomba yang diadakan oleh lembaga mana pun. Tapi, ada juga kepala sekolah yang hanya menekankan terhadap partisipasi lomba-lomba yang diadakan lembaga tertentu.

Itu hanya contoh dalam hal tertentu. Masih mungkin ada perbedaan pemikiran dalam hal yang lain. Hal-hal seperti itu, yang diakui atau tidak, sangat memengaruhi pemikiran ke depan guru. Kondisi seperti itu tak memantapkan guru dalam melahirkan gagasan.

Satu lagi, guru tak memiliki figur teladan yang pasti. Karena sewaktu-waktu kepala sekolah berubah. Pada saat tertentu, ia memiliki figur pemimpin yang tegas dan tangkas. Pada saat tertentu karena ada pergantian kepala sekolah, ia memiliki figur pemimpin yang kurang tegas dan kalem.

Padahal, figur teladan yang tetap akan dapat mewarnai kinerja guru. Kalau kepala sekolah sebentar-sebentar ganti, guru tak memiliki "warna" yang tegas. Tapi, sebaliknya, berubah-ubah "warna" dan hal itu sangat melemahkan kinerja guru.

Dampak bagi sekolah

Selain berdampak terhadap guru, sudah pasti berulang-ulangnya kepemimpinan jabatan plt. di sekolah berdampak terhadap sekolah sendiri. Sekolah tak memiliki kemantapan. Sikap sekolah selalu dalam keadaan mudah goyah. Tak kuat dan (tak) kukuh dalam menjalankan kebijakan.

Kondisi seperti itu akan membawa sekolah ke tahap yang lebih buruk. Sehingga, sekolah akan jauh dari pencapaian yang baik. Sekolah akhirnya tak memiliki prestasi.

Akibat berikutnya, sekolah mungkin saja tak diunggulkan lagi oleh masyarakat. Dengan begitu, bukan lagi menjadi sekolah pilihan. Kasihan sekolah yang demikian.

Sekolah seharusnya tak berulang-ulang dipimpin  oleh plt. kepala sekolah. Idealnya, sekali dipimpin oleh plt. tak dipimpin plt. lagi, apalagi orang yang berbeda. Tapi, dipimpin oleh kepala sekolah definitif.  

Akhirnya, semoga sekolah-sekolah yang hingga kini masih dipimpin oleh plt. kepala sekolah, segera dipimpin oleh kepala sekolah definitif.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun