Buku terbaru saya berjudul “Wonderful Husband : Menjadi Suami Disayang Istri”, diterbitkan oleh PT Era Adicitra Intermedia, tebal 314 halaman, cetakan pertama pada bulan November 2013, dengan ISBN: 978-602-1680-03-2, telah diresensi oleh adik saya Rizki Ageng Mardikawati, mahasiswi UNY. Berikut hasil resensi buku tersebut.
*********
“Saat seorang wanita memutuskan untuk menikah dan ia berharap mendapatkan suami ideal adalah sebuah kemustahilan. Sungguh, ia hanya akan menikah dengan seorang lelaki biasa saja yang bersedia melakukan pembelajaran bersama serta berproses bersama menuju sebuah kondisi ideal yang diharapkan. Proses menuju kondisi ideal inilah yang harus dilakukan dengan konsisten dan penuh kesabaran karena teramat banyak kendala menyusuri setiap langkah dan konsekuensinya. Ideal itulah proses dan usaha ‘menjadi’. Bukan pada ‘hasil jadi’ yang bernama ‘suami ideal’.” Demikian catatan Cahyadi Takariawan, di halaman awal buku Wonderful Husband.
Menjadi suami idaman istri, siapa yang tak ingin? Buku yang merupakan sequel kedua dari seri Wonderful Family –dengan penulis yang sama, Pak Cah- ini mencoba memaparkannya. Buku ini, hampir sama dengan buku sebelumnya –wonderful family-, bertujuan untuk memberikan upaya pencerahan dan pengokohan keluarga. Penulis meyakini –dan saya mengamini- bahwa kekokohan keluarga menjadi fondasi bagi kokohnya masyarakat, selanjutnya kokohnya masyarakat menjadi fondasi bagi kokohnya bangsa dan negara. Maka, harapan kekokohan Indonesia –bahkan dunia- harus bermula dari pengokohan keluarga.
Buku ini dibagi menjadi sembilan bagian, dengan sebelumnya diawali dengan catatan pendahuluan dan ditutup dengan catatan penutup. Dalam buku ini, suami –karena subjek utamanya adalah suami- digambarkan memiliki karakter-karakter ‘wonderful husband’. Karakter-karakter tersebut yang menjadi bab-bab utama dalam buku ini. Kesemuanya telah disinggung secara sekilas dalam catatan pendahuluan.
Menjadi suami sungguh istimewa, hal itu banyak tersirat maupun tersurat dalam buku ini. Bagaimana tidak, ia adalah nahkoda kapal rumah tangga yang memiliki banyak tanggung jawab untuk terus menjaga keutuhan pernikahannya. Pada awal-awal pernikahan, mungkin hubungan akan berjalan lancar-lancar saja. Namun, tak menutup kemungkinan bahwa di tahun kedua, ketiga, dan seterusnya ada kerikil kecil atau bahkan banjir bandang yang melanda. Nah, disinilah suami dituntut untuk memiliki seni mengolah masalah menjadi anugerah. Seni ini tercermin dalam tiap karakter Wonderful Husband.
Melayani keluarga haruslah dilandasi dengan cinta. Lelaki, sesuai kodratnya sudah diciptakan dalam fisik yang prima dan kuat, daya nalar yang berdasar logika, dan tak mudah terbawa emosi. Potensi ini yang menjadi modal dasar baginya untuk memimpin keluarga. Kesemuanya dibahas dalam karakter pertama: Memimpin Keluarga dengan Cinta. Terkadang, manusia memiliki suatu tembok besar yang menghalanginya untuk berkomunikasi dengan orang lain, termasuk pasangan. Tembok besar itu bernama ‘ego’. Masalah yang datang, terkadang satu sama lain sulit untuk mengakui kesalahannya. Gengsi. Padahal, agar konflik berakhir, salah satu atau keduanya harus sama-sama memulai untuk bicara atau minta maaf. Ini diterangkan lebih detail pada karakter kedua: Mampu Menundukkan Ego.
Istri mana yang tak senang bila suaminya mampu membuatnya tersenyum? Poin inilah yang dijabarkan dalam karakter ketiga: Selalu Berusaha Membahagiakan Istri. Kebahagiaan tak harus dicapai dengan semata-mata materi, ada kalanya sebuah senyuman hangat, perhatian-perhatian kecil cukup melegakan hati. Wanita, dicipta dengan perasaan yang halus selembut sutra, dan peka bak putri yang tak nyenyak tidur jika ada jarum di lapisan paling bawah dipan tingkat tujuhnya. Maidany –grup nasyid- hingga membuat lagu berjudul “Kaca berdebu.” untuk melukiskannya. Ya, wonderful husband akan mengambilnya menjadi peluang untuk membahagiakan sang Istri tercinta.
Karakter Empat: Fokus Mengingat Kebaikan Istri. Manusia, tentu tak lepas dari salah dan cela. Termasuk, istri yang amat kita cintai karena nyatanya ia hanyalah manusia biasa. Dan suami, sesabar apapun pasti memiliki batasnya. Namun, dengan fokus menekankan bahwa kebaikan-kebaikan istri pasti lebih banyak dari keburukannya, konflik menjadi sederhana. Akhirnya, dibatalkanlah perang dunia ketiga. Selanjutnya, Karakter Kelima: Memahami Kondisi Istri. Diawal bab ini, penulis meberikan intro yang cukup menarik: Jika anda merasa istri anda tak memahami anda, lakukan evaluasi apakah anada sudah berusaha memahami dia? (halaman 155). Ya, wonderful husband adalah orang pertama yang mengetahui dan memahami kondosi istrinya.
Menjadi seorang Suami –atau Bapak- berarti mendapat gelar guru (digugu lan ditiru). Bahasan ini dibahas dalam karakter yang keenam: Menjadi Teladan dalam Kebaikan/ Karakter. Sedangkan bagian ketujuh: Memelihara Kesetiaan menjelaskan tentang betapa pentingnya menjaga kesetiaan dalam sebuah hubungan. Karakter kedelapan: selalu tampil Young and Fresh. Bukankah istri lebih suka dengan muka berseri-seri daripada yang cemberut? Hal ini bisa didapatkan dari sering mengajak keluarga untuk refreshing, membiasakan diri dan keluarga untuk tersenyum dan terpenuhi kebutuhan spiritualnya, dan lain sebagainya. Terakhir, Karakter Kesembilan: memberikan yang Terbaik. Apapun itu, jika maksimal atau totalitas dalam melakukannya, tentu berhasil baik daripada jika tidak maksimal. Baik perasaan, pelayanan, penampilan, sikap, kata-kata, dan lain sebagainya.
Buku ini membawa sebuah ciri khas tersendiri, karena disamping menampilkan kisah-kisah rumahtangga dalam kehidupan sehari-hari, juga terdapat inspirasi dari kisah Rasul dan sahabatnya. Buku ini akan membuat seorang suami merasa tersanjung sembari merenung, tersenyum sembari mengingat yang telah lalu. Siapapun anda, suami dengan usia pernikahan dua tahun, dua puluh hingga tiga puluh tahun, bahkan yang baru saja akad maupun yang baru mempersiapkan diri: buku ini sangat tepat untuk dijadikan referensi. Selamat membaca, selamat terinspirasi dan menginspirasi.
-- Rizki Ageng Mardikawati—