Dalam kehidupan berkeluarga, suami, isteri dan anak-anak adalah satu tim. Mereka beraktivitas dalam satu tim untuk mencapai visi bersama, yang oleh karena itu harus saling bekerja sama dengan baik. Sebagai satu tim, suami, isteri dan anak-anak berinteraksi secara positif untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki, hingga bisa mencapai kondisi-kondisi yang dikehendaki. Personal inti dalam tim keluarga adalah suami dan isteri, sebagai pembentuk keluarga itu sejak pertama kali.
Tim keluarga tidak bisa mencapai visi, tujuan dan kondisi yang mereka kehendaki, apabila tidak bisa bekerja sama dengan baik antara satu dengan yang lain. Salah satu kunci yang harus dimiliki oleh suami dan isteri adalah kesediaan untuk saling melengkapi, agar kekurangan dan kelemahan satu pihak bisa ditutup oleh yang lain. Semua pekerjaan dan kewajiban berumah tangga bisa terselesaikan dengan baik apabila suami dan isteri selalu bersikap saling melengkapi.
Kesadaran bersama antara suami dan isteri untuk saling melengkapi ini sangat penting bagi terbentuknya keluarga yang kompak dan harmonis. Kesadaran ini hendaknya dibangun di atas beberapa pengertian atas realitas hidup berumah tangga sebagai berikut.
Suami dan Isteri Memang Berbeda
Hal yang sering dilupakan oleh pasangan suami isteri adalah kenyataan bahwa mereka tidak sama. Laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang berbeda, dan tidak akan pernah menjadi sama berapapun lamanya mereka hidup bersama dalam keluarga. Sampai akhir hayatnya, suami adalah lelaki yang lengkap dengan segala potensi dan ego kelelakiannya. Sampai akhir hayatnya, isteri adalah perempuan yang lengkap dengan segala potensi dan ego keperempuanannya.
Tentu saja ada sangat banyak persamaan, namun kita tidak boleh mengingkari adanya perbedaan tersebut. Secara umum, para peneliti menemukan struktur otak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan laki-laki dan perempuan memiliki beberapa kecenderungan yang khas.
Studi menunjukkan, otak laki-laki memiliki ukuran 8 sampai 10 % lebih besar dibanding perempuan. Namun bukan berarti laki-laki lebih pintar karena ukuran otak ini. Otak manusia terdiri dari materi abu-abu yang melakukan pemikiran dan materi putih yang menghubungan tindakan yang berbeda dari otak. Karena laki-laki memiliki materi abu-abu yang lebih sedikit, mereka cenderung bertindak dengan single-minded focus, tidak memperhitungkan lebih dalam dalam bertindak. Sedangkan perempuan lebih banyak pertimbangan, karena memiliki materi putih yang lebih banyak.
Pada sisi yang lain, perempuan bisa melakukan berbagai tugas lebih cepat dan lebih baik dibanding laki-laki. Hal ini dikarenakan neuron yang menyusun otak perempuan berkomunikasi lebih baik antara satu dengan lainnya, daripada neuron yang ditemukan di dalam otak laki-laki. Perempuan memiliki kemampuan menyelesaikan tugas yang diberikan tanpa harus melibatkan neuron dalam jumlah besar pada prosesnya.
Wanita memiliki area yang lebih besar di otak yang bekerja pada insting pelacakan, inilah yang membuat mereka bekerja lebih cepat ketika yang lain masih berpikir. Ketika wanita berpikir, mereka menggunakan sisi kanan otak yang mengkhususkan diri dalam masalah emosional. Ini mengapa perempuan lebih baik menangkap isyarat seperti bahasa tubuh, nada suara, dan lain sebagainya.
Nah, jelas-jelas berbeda bukan? Jika tidak berusaha untuk saling melengkapi, maka sudah bisa dipastikan akan selalu terjadi konflik antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan keluarga setiap harinya. Padahal konflik seperti itu bisa dihindari dengan jalan saling mengerti dan melengkapi satu dengan yang lainnya.
Keluarga Selalu Mengalami Perkembangan
Banyak orang menganggap keluarga itu statis, seakan akan semua selalu berada dalam keadaan yang sama. Padahal keluarga itu adalah sebuah dunia yang sangat dinamis. Saya sering menyebut keluarga sebagai “organisme hidup”, yang memiliki ciri pertumbuhan dan perkembangan. Setiap hari ada yang baru, setiap saat ada yang berubah, setiap hari ada yang tumbuh dan berkembang. Suami mengalami pertumbuhan dan perkembangan, isteri mengalami pertumbuhan dan perkembangan, demikian pula anak-anak.
Oleh karena semua mengalami pertumbuhan dan perkembangan, maka corak interaksi dan komunikasi di antara mereka juga harus selalu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut. Termasuk janji, kesepakatan dan komitmen yang pernah dibuat di antara suami dan isteri, tidak bisa diberlakukan sepanjang hayat, selama-lamanya. Semua harus menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang selalu muncul sepanjang perjalanan kehidupan berumah tangga.
Pada keluarga yang telah menapaki umur pernikahan selama duapuluh tahun, maka kondisi suami dan isteri tersebut saat ini jelas berbeda dengan duapuluh tahun lalu saat menjadi pengantin baru. Anda bisa membayangkan dan membuat daftar panjang, apa sajakah yang berubah dari seseorang –laki-laki maupun perempuan—setelah melampaui waktu duapuluh tahun? Fisik tentu banyak berubah, seperti berat badan, bentuk tubuh, warna rambut, keriput kulit dan lain sebagainya.
Namun harus diingat, yang berubah setiap hari bukan hanya fisik. Pikiran, perasaan, selera, keinginan, dan kondisi kejiwaan juga berubah. Tidak pernah tetap, selalu ada kebaruan karena bertambahnya pengalaman dalam kehidupan. Bahkan kakek dan nenek yang sudah berusia tua, kakek berumur 85 tahun, nenek berumur 80 tahun, sudah menjalani hidup berumah tangga selama 60 tahun, tetap saja ada yang baru dari kehidupan mereka.
Oleh karena adanya pertumbuhan dan perkembangan itulah, maka diperlukan saling pengertian antara suami dan isteri. Harus ada komitmen dua belah pihak untuk berusaha saling mengenali dan saling melengkapi, karena suami hari ini sudah berada dalam kondisi yang berbeda dengan kemarin. Isteri hari ini sudah mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibanding isteri yang kemarin. Kita selalu berubah, tidak pernah tetap.
Mensiasati Kesibukan Suami Isteri
Suami dan isteri di zaman kita hidup ini, sedemikian disibukkan oleh berbagai aktivitas yang menjadi tugas dan amanah masing-masing. Suami bekerja, isteri juga banyak yang bekerja. Suami aktif dalam kegiatan organisasi atau partai atau kemasyarakatan, isteripun demikian. Sehingga masing-masing tersibukkan oleh dunianya, yang bisa membuat mereka saling asing dan menjauh satu dengan yang lainnya.
Ketika hidup berumah tangga menuruti ritme kesibukan, yang akan terjadi adalah suasana yang monoton. Melewati hari dengan mekanis. Bangun pagi, menyiapkan sarapan keluarga, membersihkan kamar, bersiap kerja, mengantar anak sekolah, dan seterusnya sampai sore atau malam hari saat masing-masing pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan jenuh akibat kerja seharian. Suami sibuk dengan dunia pekerjaan, organisasi dan seabreg kegiatan lainnya, demikian pun isteri.
Menyadari adanya kesibukan yang bertumpuk dan rutin inilah yang harus semakin menguatkan tekat suami dan isteri untuk selalu memperbarui janji serta komitmen untuk saling melengkapi. Pada gilirannya mereka akan mampu bekerja sama dengan harmonis, saling mengisi, saling memberi, saling mengingatkan, saling menguatkan, saling membantu pasangan dalam mencapai kebahagiaan hidup berkeluarga.