Ini bukan Edi si narsis, tapi ini Alex si norak
Sepeda onthel memang legenda, dari jaman Indonesia belum merdeka, sampai dengan sekarang masih eksis. Walaupun kepopulerannya naik turun kayak ingus anak pilek. Sepeda memang alat transportasi yang murah meriah menyenangkan. Kakek saya mempunyai sepeda onthel ini, warnanya hitam, ada warna putih di spakbor belakangnya. Beliau kemana-mana menggunakan sepeda itu, mau ke kota, mengantarkan es kucir, ke rumah orangtua saya dan lain sebagainya.
Ketika kecil saya sering dibonceng kakek saya dengan sepeda tersebut. Sampai dengan sekarangpun sepeda warisan kakek itu masih ada, di rumah paman saya sekarang. Tapi saya tidak akan perpanjang cerita tentang sepeda kakek apalagi tentang kakek saya, bikin saya nangis, bukan narsis malahan.
@@@
Ketika itu saya masih SMP, sedangkan kakak saya sudah duduk di bangku SMA (kasian kakak saya, duduk terus, kapan berdirinya coba?) di daerah saya nge-trend kembali sepeda onthel. Saya dan kakak pun tidak mau ketinggalan. Membongkar celengan adalah jalan keluar terbaik, karena tidak mungkin meminta orangtua untuk membeli sepeda onthel idaman kami. Kami akhirnya melubangi celengan bulus di bawah untuk mengambil uangnya dan kemudian ditambal kertas bekas kardus warna putih dan dilem ”tackol” agar bisa buat celengan lagi. Misi kami hanya satu, mau membeli alutsista yang mumpuni, eh membeli onthel idaman kami.
Setelah uang terkumpul, saya serahkan sepenuhnya ke kakak saya untuk mengurus semuanya karena dia yang akan membeli sepeda onthel second dari temannya.
Selang sekitar seminggu, minggu pagi saya diajak pergi ke kota boncengan pake sepeda jengki. Mau ambil sepedha onthel di bengkel kata dia. Sampailah kami di bengkel itu, ternyata di situ ada beberapa sepeda yang sedang dalam tahap akhir penyelesaian.
Jaman itu, warna sepedha diubah, yang biasanya hitam jadi warna yang ngejreng. Ada yang warna hijau pupus daun, biru laut, putih dan lain sebagainya. Saya tanya ke kakak saya, ”Yang mana Mas, yang warna putih ini?”, dia menggeleng, ”Yang hijau?”, dia bilang nggak. ”Trus yang mana?”
”Iku sing werno jambon” (itu yang warna merah muda)
Waktu itu rasanya dunia seperti di-pause, tak bergerak. Buru-buru saya cari pohon cabe tapi gak ketemu. Saya berniat gantung diri di pohon cabe karena melihat warna onthel idaman kami itu. Tapi apa boleh baut, sudah terlanjur dicat, tidak bisa di-undo lagi. Akhirnya saya juluki si dia ”Onthel Imoet” hahahahahaha
Powered by @KoplakYoBand
Episode Djadoel Yo Band