Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Fenomena Kutu Loncat di Golkar dan Hilangnya Arti Ideologi

27 Maret 2015   13:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55 163 0
Kisruh Partai Golkar sepertinya akan memasuki masa-masa kritis, dengan berimbasnya kepengurusan ganda pada keabsahan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar yang dalam periode kali ini berjumlah 91 orang. Jumlah tersebut merupakan terbesar kedua setelah Fraksi PDIP yang memiliki anggota 109 orang, atau sekitar 16% dari total anggota DPR sebesar 560 orang (sumber: Jurnal Parlemen). Beralihnya kepengurusan Golkar ke kubu Agung Laksono, walaupun belum final dan masih menjadi sengketa hukum, juga berimplikasi pada perimbangan kekuatan di DPR yang saat ini masih dikuasai oleh Koalisi Merah Putih. Oleh karena itu, tarik menarik kepengurusan partai Golkar ini menjadi isu yang meluas dan cenderung menjadi sangat politis dengan sasaran tembak Menkumham Yasonna yang ditengarai membawa kepentingan PDIP yang notabene merupakan pentolan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Bagaimana akhir dari tarik menarik kepentingan ini, kita mungkin akan menyaksikannya beberapa waktu ke depan. Juga bagaimana dengan nasib angket yang ditujukan pada keputusan Menkumham yang dinilai banyak mencampuri dan mengobok-obok urusan dalam negeri partai yang menjadi anggota KMP.

Yang menarik dalam konflik ini adalah sikap yang cenderung diam, pasif dan seperti mengikuti kemana arah kebijakan pemerintah yang ditunjukkan oleh sebagian besar anggota DPR kubu Aburizal Bakrie. Tidak terasa adanya perlawanan yang kuat dari anggota DPR, hanya terdapat perlawanan dari beberapa petinggi partai, terutama ARB sendiri dan juga Idrus Marham sebagai Sekjen dan Ade Komaruddin sebagai ketua Fraksi PG di DPR (lihat berita ini). Sebagian besar anggota yang lain sepertinya ingin mencari aman, sehingga karena sebenarnya mereka nothing to loose apabila bersikap seperti itu. Alasan yang digunakan adalah kesetiaan kepada partai, bukan kepada orang per orang, sebagaimana diungkapkan oleh Meutia Hafid, salah satu anggota DPR kubu ARB yang ditengarai menyeberang ke kubu Agung Laksono (lihat berita ini). Saat ini, kubu Agung Laksono sudah mengklaim bahwa sebanyak 61 anggota DPR kubu ARB sudah hengkang dan masuk ke kubu mereka (lihat berita ini dan ini). Saya belum menemukan berita tersebut pada laman kompas. com yang biasanya relatif lebih bisa dipercaya. Namun tiadanya bantahan dari kubu ARB dan ungkapan Meutia Hafids yang cukup lugas tadi menunjukkan bahwa klaim tersebut bukanlah mengada-ada.

Mudahnya anggota DPR dari kubu ARB hengkang menunjukkan bahwa memang tidak ada ideologi yang menjadi pembentuk sebuah partai. Berbeda dengan partai-partai era Orde Lama yang dengan jelas orang dapat mengenali ideologi yang diusungnya, apakah itu Islam, Nasionalis ataupun Komunis, saat ini semua partai sepertinya mengusung ideologi yang relatif serupa. Kalaupun ada perbedaan, mungkin itu bukan ideologi, namun hanya sekedar simbol-simbol dan tampilan luar. Konsekuensi dari kondisi tersebut, tidak ada pula ideologi yang menjadi penyebab pecahnya sebuah partai. Kalaupun ada, maka ideologi itu bernama: KEPENTINGAN. Kepentingan siapa? Tentu bukan kepentingan rakyat dan negara, namun sangat jelas diindikasikan adalah kepentingan orang, pribadi dan golongan. Bahkan mungkin dapat dikatakan, bahwa ideologi ini hanyalah masalah perut semata. Alangkah rendahnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun