Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 15: Para Pembawa Kegelapan

26 November 2011   02:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:11 313 1
PETANG melarut menuju malam di Trowulan.

Sudah waktunya kedai Pawon ManteraKata tutup. Kedai itu memang hanya buka hingga petang hari.

Begitu Pendekar Codet, Matanaga dan Harimau Hitam meninggalkan kedainya, Hestrinaputri, sang pemilik kedai yang biasa disapa dengan nama Mbakyu Tri mulai membereskan peralatan makan serta cangkir- cangkir yang tersisa di atas meja. Setelah itu satu persatu kursi kayu digeser, dimasukkan ke bawah meja. Jendela- jendela juga mulai ditutup.

Dia baru saja hendak menutup pintu ketika tiga orang tamu menerobos masuk.

Mbakyu Tri menyambut tamunya dan berkata, “ Nyuwun sewu, maaf, tapi kedai ini sudah hendak tutup. “

Tiga orang tamu itu menoleh tapi tak memperdulikan apa yang dikatakannya. Persis seperti yang telah diduga sebelumnya. Ketiganya terus masuk ke dalam kedai dan duduk di sebuah bangku yang terletak di pojok kedai.

Mbakyu Tri mematikan beberapa lampu cempor, berharap bahwa mereka mengerti isyaratnya dan segera meninggalkan tempat itu tanpa dia harus mengatakan apa- apa lagi.

Tapi sama dengan yang telah beberapa kali terjadi sebelumnya, ketiga tamu itu tak perduli.

Mbakyu Tri gelisah.

Tamu itu terdiri dari dua orang perempuan dan seorang lelaki. Tak seorangpun dari mereka yang disukai Mbakyu Tri.

Perempuan pertama, dikenal dikalangan pendekar dengan nama Lendi Cidra. Dia peramu obat untuk kalangan keluarga keraton. Lendi Cidra sering membeli bahan ramuan obat di toko obat yang berada tak jauh dari Kedai ManteraKata dan mampir ke kedai setelah itu. Selalu pada petang hari saat tamu- tamu lain telah meninggalkan kedai dan Mbakyu Tri juga bersiap pulang.

Diliriknya ketiga tamu tersebut. Mereka duduk di bangku pojok. Tampak olehnya Lendi Cidra tertawa- tawa genit dengan gerak tubuh yang sangat mengundang.

Setiap kali melihat Lendi Cidra, rasa tak nyaman selalu menyelinap ke dalam hati. Nalurinya selalu mengatakan bahwa perempuan ini culas dan berbahaya.

Mbakyu Tri memiliki kehalusan hati. Karenanya dia sering dapat menakar perilaku dan sifat orang segera setelah dia bertemu dengan orang tersebut. Biasanya, kesan pertama itu kelak akan terbukti benar.

Entahlah. Setiap kali melihat Lendi Cidra, selalu terpikir olehnya tentang seorang pembisik. Hatinya mempertanyakan apakah Lendi Cidra sebenarnya mata- mata dari kerajaan lain dan kegiatan meramu obat dilakukannya agar dapat berkeliaran dengan bebas di dalam lingkungan keraton.

Kadangkala bahkan terpikir oleh Mbakyu Tri, bahwa saat meramu obat sebenarnya Lendi Cidra sedikit demi sedikit sedikit memasukkan racun ke tubuh para penghuni keraton dan keluarganya. Jika penghuni keraton sudah dilemahkan, tentu kerajaan Wilwatikta (Majapahit) akan dengan mudah diserang dan dihancurkan.

Mbakyu Tri memperhatikan meja pojok di mana ketiga tamunya berada. Selain Lendi Cidra, ada seorang perempuan lain serta seorang lelaki duduk di sana.

Hestrinaputri juga tak menyukai lelaki ini.

Lelaki ini perawakannya tinggi besar. Tapi tak pernah bergaul dengan sesama lelaki. Dia selalu hanya bertemu dengan para perempuan setiap kali mampir ke kedai itu.

Tidak. Jelas bukan karena laki- laki itu tampan sehingga banyak perempuan yang menyukainya. Dia sama sekali tak tampan. Hidungnya bulat, giginya besar- besar. Cara bicaranya kasar dan sorot matanya menakutkan.

Mbakyu Tri yakin sekali bahwa laki- laki itu walau berbadan tegap tapi hatinya pengecut. Dan dia jelas tak memiliki rasa kesetiaan. Dia akan setia pada siapapun yang memberinya banyak keuntungan.

Entah apa yang dilakukan lelaki tersebut dengan para perempuan itu. Mungkin dia adalah seorang penghubung antara Lendi Cidra dengan kerajaan lawan yang mengutusnya menyusup ke dalam istana, pikir Mbakyu Tri.

Orang ketiga, perempuan yang sudah lebih berumur dikenalnya sebagai istri seorang pegawai tinggi Kotaraja. Naluri Mbakyu Tri juga mengatakan bahwa ada yang kurang beres dengan sikap perempuan ini. Suaminya seorang pegawai tinggi tapi dia bergaul dekat dengan orang- orang yang sungguh diragukan ketulusan dan kelurusan hatinya.

***


Suara bisik- bisik dan tawa kecil terdengar dari meja pojok itu.

Sungguh mual rasanya melihat kegenitan Lendi Cidra, juga menyaksikan bagaimana lelaki berlogat kasar tadi membungkuk- bungkuk di depan sang istri pegawai tinggi dan bermanis muka menjilat kepadanya. Sementara,
seakan berpura- pura tak mengerti atau memang pada dasarnya dia menyukai hal tersebut, perempuan istri petinggi Kotaraja itu menyambut sikap semacam itu dengan senang hati.

Pada ora benere, pikir Mbakyu Tri. Pancen wong sidane ngumpul karo sing sepikiran. Sama tak beresnya. Memang pada akhirnya orang akan berkumpul dengan orang yang sepaham dengan dirinya.

Di meja pojok, suara bisik dan tawa terdengar lagi.

Hari makin gelap. Suara serangga yang biasa hadir di malam hari nyaring terdengar.

Diputuskannya untuk menghampiri ketiga tamunya untuk mengatakan bahwa kedai sudah tutup. Dan saat dia mendekat itulah sebuah nama yang disebutkan Lendi Cidra tertangkap oleh telinganya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun