Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 8: Pondok Putri Harum Hutan

12 Februari 2011   20:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:39 446 1
SUARA roda kereta dan derap kaki kuda membelah malam. Kiran duduk di pojok kereta kuda yang ditumpanginya. Kereta mereka adalah salah satu dari beberapa buah kereta kuda yang beriringan berjalan dari Bukit Sangian menuju Trowulan. Kereta- kereta itu memuat berbagai hasil bumi. Pemiliknya, Pendekar Padi Emas, adalah seorang saudagar yang setiap pekan menjual hasil bumi ke Trowulan. Jalan yang ditempuh naik turun. Membuat kereta kuda yang mereka tumpangi berkali- kali terguncang. Kiran menghapus matanya yang basah. Dia sangat kesal sehingga tak dapat menahan air matanya. Mengapa aku membiarkan itu terjadi, pikir Kiran. Mengapa tak kudorong saja dia agar menjauh dan tak dapat menyentuhku ? Segera setelah tanya itu muncul, hatinya membantah: bagaimana mungkin aku mendorong dia? Dia masih dalam keadaan setengah sadar dan kekuatannya belum pulih, tak mungkin aku melakukan itu! Kiran menggigit bibirnya. Sisa manis madu masih dapat terkecap di situ. Lidahnya menjilat bibir tersebut. Mencecap manisnya madu dan... mengenang... Tidak. Kiran membantah pikirannya sendiri dalam hati. Tidak, aku tak menikmati kecupan tadi dan tak hendak mengenangnya. Dan hatinya bertanya: benarkah itu? Benarkah kecupan tadi tak aku nikmati? Benarkah aku tak menginginkannya? Kiran mengamati sebuah sudut lain di kereta kuda yang ditumpanginya. Sudut terjauh dari tempatnya duduk. Setelah peristiwa tak terduga itu, Kiran menggeser duduknya menjauh dari lelaki tak dikenal yang terbaring disana. Lelaki itu tampan. Lekuk bibirnya indah, serta... Hangat. Kiran sungguh kesal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun