Pengalaman saya setelah menjadi mahasiswa rantau yang beradaptasi serta berinteraksi dengan teman-teman yang berasal dari berbagai daerah seperti Sumatra, Sulawesi, Papua, dan Timor leste mengajarkan bahwa komunikasi antar budaya adalah jembatan untuk memahami perbedaan dan menciptakan kebersamaan. Perbedaan-perbedaan tersebut menandakan terdapat keterikatan antara komunikasi internasional, antar etnis, dan antar ras yang merupakan bagian dari komunikasi antar budaya sehingga dapat menjembatani interaksi antar negara, perbedaan etnis, perbedaan ras yang terjadi di lingkungan sekitar dan tercipta kebersamaan. Namun, ketika melakukan komunikasi antar budaya tentu saja sering muncul hambatan seperti setereotipe, prasangka, dan etnosentrisme. Hambatan tersebut muncul karena terdapat perbedaan dan keberagaman budaya, etnis, ras, bahkan negara yang belum kita pahami. Contohnya, terdapat anggapan bahwa semua orang Jawa berbicara halus, sopan, tidak enakan, sedangkan orang yang berasal dari wilayah Timur memiliki karakter yang keras, tegas. Stereotipe ini memunculkan prasangka negatif yang merugikan karena menilai seseorang sebelum mengenal dan hanya berdasarkan asumsi yang salah. Etnosentrisme terjadi karena meyakini bahwa budaya kita lebih unggul, hal ini menjadi peghalang seperti menghambat keterbukaan karena seseorang cenderung menilai sebelum mengenal, serta meningkatkan resiko terjadinya konflik.
KEMBALI KE ARTIKEL