Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Harga Menemukan Tuhan

7 Februari 2014   15:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04 828 26

Jumat ini saya shalat di tempat biasa, di masjid di dekat tempat saya tinggal di Jakarta. Saya datang menjelang azan yang kedua saat khotib naik ke mimbar. Setelah adzan selesai, saya bergegas shalat sunnah dua rakaat. Bergegas, supaya konsentrasi saya bisa penuh saat mendengar khutbah --ceramah-- Jumat. Khutbah yang biasanya berisi nasehat atau reminder agar berbuat kebaikan.

Kali ini saya perhatikan dengan seksama, saya melihat khotib –orang yang berkhutbah— masih muda dan berdandan berpakain gelap lengan panjang. Cukup rapi, menggunakan selendang berwarna hijau, dan diselempangkan di leher. Khas dandanan pakaian ala Betawi. Di kepalanya bertengger kopyah hitam. Tak berkumis, tapi berjenggot, tampan. Subhanallah, seperti saya (tersenyum, ingat narsisnya Pakde Kartono).

Suaranya pun jelas terdengar. Dalam khutbahnya, dia menceritakan sebuah kisah tentang tukang cukur yang berdialog dengan pelanggannya. Seorang pelanggan yang datang untuk merapikan rambutnya yang sudah panjang. Tukang cukur itu diceritakan, seorang yang baik, ikhlas dan cerdas. Mempunyai pelanggan yang banyak, karena orangnya hati-hati plus hasil cukurannya rapih dan pas, juga dia menyuguhkan minuman gratis serta suka mengajak bercakap berbagai topik yang hangat dan faktual, sehingga pelanggannya merasa senang, betah dan tidak mengantuk.

“Saya berpikir Tuhan itu tidak ada,” kata tukang cukur itu setelah membuka percakapan beberapa patah kata kepada pelanggannya. Rupanya si pelanggan itu orang yang sabar dan tiak mudah marah, dengan tenang ia bertanya, “Kenapa rupanya, Bang?

“Jika Tuhan itu ada pasti tidak akan membiarkan manusia itu kesusahan dan  melakukan kejahatan. Coba lihat banyak orang miskin, tapi sebaliknya ada orang korupsi. Kalau Tuhan itu ada tentu tidak akan membiarkan semua itu terjadi.”

“Oh gitu ya, Bang. Saya juga bisa bilang bahwa tukang cukur itu tidak ada lho?!,” kata si pelanggan itu dengan suara pelan tapi cukup jelas.

Si tukang cukur itu sambil tersenyum menanggapi dengan keheranan, “Bapak, ini bagaimana? Ini ada saya, tukang cukur dan malah Bapak sendiri sekarang sedang saya cukur.”

Tuch, lihat di luar sana banyak orang berambut gondrong, brewokan, dan juga kumisan. Berarti khan tidak ada tukang cukur,” timpal si pelanggan lagi. “Sama seperti si Abang bilang tadi, Tuhan tidak ada, karena orang miskin dan korupsi dibiarin. Kalau begitu Tuhan itu ada donk, walau di luar sana banyak orang miskin dan korupsi.” Si pelanggan beralasan.

“Mereka itu yang gondrong, brewokan dan kumisan, karena mereka tidak datang ke saya dan berusaha mencari saya. Lain dengan orang miskin dan orang korupsi, Pak” ujar si tukang cukur tersenyum.

“Iya sama donk, Bang. Orang miskin yang disana juga tidak berusaha. Orang korupsi ada juga karena tidak ingat dan berusaha datang kepada Tuhan. Jadi  kemiskinan dan korupsi tetap ada. Coba kalau mereka ingat dan datang kepada Tuhan dan berusaha pasti mereka juga tidak miskin atau korupsi.” Kata si pelanggan.

Kata tukang cukur, “Iya ya, Pak. Bapak gratis dech cukurnya.”  Si pelanggan berucap, “terima kasih ya, Bang.”

Keduanya pun bersalaman dan tersenyum puas. Yang satu kehilangan keraguan atas adanya Tuhan, yang lainnya kehilangan sebagian rambutnya dan menjadi rapi serta gratis biaya cukur.

Hikmahnya, menemukan Tuhan itu ternyata mudah. Itulah kisah si tukang cukur dan pelanggannya.

--------mw--------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun