Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Hantu-hantu Michigan Avenue: Monochrome Photography

7 November 2011   08:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:58 312 2
[caption id="attachment_147270" align="aligncenter" width="645" caption="jam enam kurang enam, surup, saatnya makhluk halus berkeliaran"][/caption] Hantu, seperti konsep-konsep abstrak yang lain bersifat kultural. Saya sebut bersifat abstrak karena biasanya hantu tidak mempunyai wujud fisik yang kasat mata dan bisa diraba. Meskipun banyak orang yang bersaksi atau mengaku pernah melihat namun kesaksiannya atau pernyataannya tentang hantu sangat mudah dibantah kalau seseorang menyanggahnya dengan mengajukan sanggahan empiris.

Konsep tentang hantu juga bersifat cultural karena biasanya terkait erat dengan kebudayaan atau kesejarahan suatu masyarakat tertentu. Itulah mengapa jenis dan bentuk hantu berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dari kultur yang satu ke kultur yang lainnya. Namun demikian dengan mendekatnya jarak perbedaan budaya karena media komunikasi perbedaan konsep tentang hantu ini juga menyempit. Jadi ada semacam konsep yang global tentang hantu seperti halnya ada konsep berpakaian yang semakin sama secara global, seperti celana jeans misalnya.

Hal-hal yang berkaitan dengan hantu biasanya adalah rasa takut, bentuk hantu, dan waktu hantu tersebut beredar. Hantu jenis tertentu mempunyai bentuk tertentu, biasanya keluar pada waktu tertentu, dan menimbulkan rasa takut yang tingkatnya berbeda. Misalnya konsep tentang‘tuyul’, biasanya digambarkan berbentuk anak kecil yang kepalanya gundul plontos, keluar saat mulai gelap sesudah Magrib, dank arena keluarnya masih sore dan berbentuk anak kecil maka rasa takut yang ditimbulkan tidak besar.

Konsep tentang hantu ini biasanya diwariskan turun temurun melalui budaya lisan. Namun saat ini media cetak melalui berbagai penerbitan cerita tentang hantu dan televise juga ikut andil dalam mempopulerkan hantu. Konsep saya tentang hantu berasal dari budaya Jawa karena saya lahir dan tumbuh di sebuah desa, 12 kilometer ke arah barat dari kota Jogjakarta. Konsep ini saya peroleh dari kakek, nenek, bapak, ibu, dan juga tetangga-tetangga di desa serta teman sepermainan sewaktu kecil.

Menurut nenek saya, waktu yang paling berbahaya buat anak-anak adalah saat ‘surup’, yaitu saat matahari terbenam. Pada saat inilah ada banyak ‘candik olo’, atau roh jahat mulai keluar dari tempat persembunyiannya. Tidak semua hantu menakutkan. Kadang ada yang mengubah rupa menjadi seperti manusia. Misalnya di ‘belik’, kolam ikan kecil alami yang ada dipojok halaman kami, ada ‘peri’ yaitu makluk halus yang berupa wanita sangat cantik dan baunya sangat wangi, rambutnya panjang tetapi punggungnya katanya berlubang.

Bentuk dan jenis hantu bisa mendapat pengaruh dari berbagai mitos atau sejarah. Misalnya ada hantu-hantu yang berasal dari jaman perang, jaman Jepang, jaman Gestok atau pembunuhan masal tahun 1965an. Misalnya di rumah-rumah sakit kuno biasanya beredar cerita ada hantu perawat tanpa kaki atau tanpa kepala. Katanya itu berasal dari jaman pendudukan Jepang ketika mereka menyiksa para pekerja rumah sakit berkebangsaan Belanda sebelum akhirnya membunuh mereka.

Ketika masih kecil kalau ‘surup’ tiba nenek pasti memanggil semua cucu untuk masuk rumah karena banyak makhluk halus berkeliaran. Kemarin, sesudah di apartemen seharian saya merasa bosan dan keluar untuk jalan-jalan. Seharian mendung jadi tidak ada matahari dan saya tidak sengaja keluar pada saat ‘surup’, lupa pada nasehat nenek pada waktu kecil.

Tiba-tiba rasanya sepanjang jalan Michigan Avenue penuh dengan hantu. Ada banyak yang tidak berwajah, ada yang nampaknya cantik tetapi wajahnya dingin tanpa ekspresi, ada yang terpenggal kepalanya, tanpa kaki, dan tanpa tangan….

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun